Ilustrasi nelayan. Foto : Antara |
LOMBOK, BL- Penerapan awig-awig di Lombok Barat dan Lombok Timur dalam pengelolaan perikanan dapat melindungi tradisi nelayan tradisional dan membantu pelestarian laut.
Awig-Awig memuat aturan adat yang harus dipenuhi setiap warga masyarakat di Lombok Barat dan Bali, dan sebagai pedoman dalam bersikap dan bertindak terutama dalam berinteraksi dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungan .
Penerapan awig-awig didasari oleh kesadaran masyarakat terhadap praktek penangkapan ikan yang merusak terjadi dan berdampak pada kehidupan mereka. Awig-awig juga telah menjadi aturan tertulis dalam pengelolaan perikanan di wilayah tersebut untuk menjaga laut mereka. Awig-awig merupakan aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat untuk mengatur masalah tertentu untuk memelihara ketertiban dan keamanan dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal tersebut disampaikan Grazia Borrini-Feyerabend, Global Coordinator ICCA usai melakukan kunjungan lapangan bersama peserta Kegiatan Regional ICCA Knowledge Sharing and Capacity Building Event pada Rabu, 19 Agustus 2015 kemarin ke Jerowaru, Telok Jor, Lombok Timur. Pertemuan ICCA (Indigenoues People’s Community Conserved Area and Territories/ Wilayah dan Perbatasan Komunitas Terkonservasi milik Masyarakat Adat ) South East Asia Knowledge Sharing and Capaciity Building sendiri dilaksanakan di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat dari tanggal 17 Agustus hingga 22 Agustus 2015 lalu.
Menurutnya kearifan local masyarakat penting untuk dihargai. Mempelajari sejarah menjadi penting bagi masuarakat adat dalam menentukan kearifan local. Menghargai sejarah menjadi penting untuk menentukan masa depan masyarakat adat.
“Sebelum kita mempelajari ICCA’s, kita harus mengerti sejarah mereka. Disana kita bisa mempelajari kearifan lokal mereka, dan menghargai pengertian kolektif mereka seperti ada peraturan dan denda adat yang bertujuan untuk konservasi wilayah mereka,” sambung Grazia.
Konservasi masyarakat adat merupakan bentuk keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan di ICCA Consortium. “ICCA bisa disebutkan sebagai model pengelolaan kawasan sumber daya alam berbasis kearifan lokal,” kata Catharina Dwihastarini, Koordinator Nasional Global Environment Facility, Small Grant Programme (GEF SGP) Indonesia.
Sejalan dengan kegiatan ICCA ini, GEF SGP Indonesia telah berkomitmen mendukung kegiatan komunitas adat yang dapat megelola sumber daya alamnya dan kearifan lokal menjadi berdaya. Karena komunitas adat itu bisa berdaya dan berkembang jika mereka juga sudah bisa menghasilkan suatu produk-produk dengan memanfatkan hasil alam yang mereka punya. “Menjadi penting jika kita bicara masyarakat adat, kita harus menjunjung dan melindungi keanekaragaman hayati yang ada di sekitar mereka. Sehingga mereka dapat hidup tenang di wilayah mereka, dan bisa memanfaatkan kearifan lokal untuk penghidupan mereka,” jelasnya.(Marwan Azis).
–>