![]() |
Kabut asap lintas negara yang diakibatkan oleh kebakaran lahan dan hutan di Riau, Indonesia.. Foto : telegrap |
JAKARTA, BL- Sejumlah negara anggota ASEAN yang hadir dalam Pertemuan Tingkat Menteri Lingkungan Hidup yang membahas masalah pencemaran asap lintas batas mengapreasiasi upaya Pemerintah Indonesia dalam memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Riau.
Pertemuan tersebut berlangsung pada 16 – 17 Juli 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia. Acara ini dihadiri para Menteri Lingkungan Hidup dari Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, serta Wakil Menteri Thailand, dan Sekretaris Jenderal ASEAN.
Hal tersebut disampaikan Ir. Arief Yuwono, MA, Deputi III MENLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dalam keterangan tertulisanya yang diterima Beritalingkungan.com (24/7),
Arief menjelaskan, upaya Indonesia dalam pemadaman kebakaran lahan dan hutan khususnya yang terjadi di Provinsi Riau dilaksanakan secara cepat dengan melaksanakan Rencana Aksi yaitu mendirikan Posko Tanggap Darurat Penanggulangan Bencana Asap Provinsi Riau, pemadaman kebakaran lahan dan hutan melalui darat dengan pemadam kebakaran, water bombing, dan hujan buatan. Selain itu, penegakan hukum
secara intensif juga dilakukan oleh Satgas yang terdiri dari Mabes Polri, Polda Riau, PPNS LH dan
institusi terkait.
Dalam pertemuan tersebut Pemerintah Singapura berupaya mengembangkan ASEAN Sub-Regional
Haze Monitoring System (HMS) yang telah disepakati pada pertemuan MSC 14. Alat HMS adalah
alat yang berguna yang dapat membantu dalam tindakan pemadaman kebakaran dan pengawasan
terhadap pihak yang bertanggung jawab terhadap kebakaran.
Para Menteri Lingkungan Hidup yang hadir dalam pertemuan itu juga sepakat untuk merekomendasikan mengadopsi HMS sebagai sistem pemantauan kabut bersama antara negara negara MSC, dengan peta penggunaan lahan dan peta digital konsesi daerah rawan kebakaran yang dilakukan secara Government to Government, Case by Case dan yang menyebabkan asap lintas batas antar negara.
Sementara Drs. Sudariyono, Deputi V MenLH Bidang Penaatan Hukum Lingkungan KLH menambahkan,
terkait dengan upaya penegakan hukum di Indonesia, saat ini berjalan penyelidikan kepada pihak pihak
yang diduga melakukan pelanggaran dan mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan.
Menurut Sudariyono, penegakan hukum akan dilakukan dengan “multidoors” lintas instansi penegak hukum
terhadap kemungkinan pelanggaran terhadap 11 Undang-Undang yang berlaku di Indonesia,
yaitu:
1. UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
3. UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya;
4. UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;
5. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
6. UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI;
7. UU No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;
8. UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
9. UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
10. UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;
11. UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
KLH terus memantau kondisi di lapangan atas potensi titik api dan asap
bersama instansi terkait seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kemenhut, Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi
Riau.
Selain itu, Indonesia saat ini sedang berupaya mempercepat proses ratifikasi Asean Agreement on
Transboundary Haze Pollution (AATHP). Tujuan Ratifikasi adalah mencegah dan memantau pencemaran asap lintas batas akibat kebakaran lahan dan hutan melalui upaya nasional dan intensifkan kerjasama regional dan internasional. Pertemuan harmonisasi antar Kementerian/Lembaga sudah dilakukan dengan kesimpulan semua sepakat untuk segera dilakukan proses ratifikasi. Saat ini Draft RUU sedang dalam proses pengajuan kembali untuk pembahasan dengan DPR RI. (Marwan Azis).