SAMARINDA, BL-Centre for Orangutan Protection (COP) menilai tuntutan Jaksa 1 tahun penjarah bagi pelaku pembantaian orangutan di Kalimatan terlalu ringan.
Jaksa menuntut 2 eksekutif PT. Khaleda Agroprima Malindo yang merupakan anak perusahaan asal Malaysia, Metro Kajang Holdings (MKH) Berhad selama 1 tahun penjara, denda 50 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan. Sedang 2 eksekutor lapangannya dituntut 1 (satu) tahun penjara, denda 20 juta subsider 6 bulan kurungan.
“Jaksa terlalu ringan memberikan tuntutan, padahal jaksa bisa menuntut maksimal karena kejahatan yang mereka lakukan juga besar, yakni membantai orangutan secara sistematis. Ini merujuk pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, mereka dapat diancam dengan hukuman penjara maksimum 5 (lima) tahun dan denda 100 (seratus) juta rupiah,”kata Michel Irarya, Juru Kampanye dari Centre for Orangutan Protection melalui pernyataan tertulis yang diterima Beritalingkungan.com (17/4).
Michel melanjutkan, COP menduga bisa saja proses hukum ini mendapat tekanan dari pihak-pihak yang bersangkutan yang merasa dirugikan dengan tegaknya supremasi hukum di Indonesia.
“Jangan sampai hukum Indonesia dianggap takut karena berhadapan dengan perusahaan transnasional seperti MKH Berhad asal Malaysia, sehingga lebih memilih untuk menghukum ringan pada pelaku kejahatan terhadap satwa liar ketimbang memberikan perlindungan penuh untuk satwa Indonesia. Indonesia adalah negara hukum, bangsa lain harus menghargai hukum Indonesia, bukan malah menginjak-injaknya.”ujarnya.
Kemarin, Centre for Orangutan Protection kembali melakukan aksi mendesak para hakim untuk memberikan vonis maksimal bagi pembantai orangutan. Dalam aksinya para aktivis COP membentangkan spanduk bertuliskan ‘Jangan Takut pada Malaysia’ dan Orangufriends yang mengenakan kostum orangutan di depan Pengadilan Negeri Tenggarong. Centre for Orangutan memberikan dukungan penuh pada hakim untuk memberikan vonis hukuman maksimal bagi pembantai orangutan. (Marwan Azis).