JAKARTA, BL- Baru-baru ini, aparat penegak hukum di Australia menyita tengkorak-tengkorak orangutan. Merespon hal tersebut, Centre for Orangutan Protection (COP) mengkompilasikan dokumentasinya mengenai tengkorak-tengkorak orangutan yang di Kalimantan.
Berdasarkan hasil kompilasi data tersebut, diperoleh informasi yang meyakinkan bahwa tengkorat orangutan yang disita di Australia itu berasal dari Indonesia, karena memang orangutan merupakan satwa endemik Kalimatan dan Sumatera, Indonesia.
Menurut Daniek Hendarto, aktivis COP dihubungi Beritalingkungan.com, perdagangan tengkorak orangutan masih terus terjadi di toko-toko suvenir di Pontianak, Kalimantan Barat, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dan Balikpapan, Kalimantan Timur.
Meskipun tidak dipajang secara terbuka seperti tengkorak monyet, namun pembeli akan dengan sangat mudah mendapatkan tengkorak orangutan bila menanyakan kepada pedagang. Harga tengkorak orangutan berkisar antara 500 ribu rupiah hingga 2 juta rupiah.
Para pedagang membeli tengkorak orangutan dari masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan kelapa sawit. Orangutan yang terjebak di hutan-hutan yang terfragmentasi atau hutan yang dialokasikan untuk konservasi akan sangat mudah ditembak dan kemudian mereka akan kembali bulan berikutnya untuk mengambil tengkoraknya.
Tengkorak orangutan juga bisa didapatkan dari para pekerja kelapa sawit yang membunuh orangutan dan kemudian menguburnya. Kuburan akan dibongkar dan diambil tengkoraknya jika ada pembelinya. Perdagangan tengkorak orangutan melanggar Undang-undang nomor 5 Tahun 1990, Pasal 21 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya.
Pada bulan Agustus 2011, COP menemukan 4 tengkorak orangutan di kawasan perkebunan kelapa sawit di Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah dan 1 orangutan yang baru saja dikubur di kawasan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur. “Perdagangan bisa langsung berhenti jika para pedagang suvenir yang terbukti menjual tengkorak orangutan ditangkap. Dengan demikian tidak ada lagi yang membeli dan memesan tengkorak orangutan dari masyarakat atau pekerja sawit,”ujarnya.
COP merekomendasikan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam dari Kementerian Kehutanan hendaknya proaktif melakukan operasi penegakan hukum di toko-toko suvenir yang menjual produk-produk awetan dan tulang belulang satwa liar.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit juga diimbau hendaknya membangun dan menjalankan sistem pengamanan yang memadai kawasan konservasi yang di areal konsesinya, dan membantu aparat BKSDA untuk menangkap para pekerjanya yang terbukti membunuh orangutan. (Marwan Azis)