Setelah lima tahun PT PDP mengeruk bijih besi pada perut bumi di Pulau Baruk, reklamasi yang dilakukan perusahaan terlihat asal-asalan. Perusahaan hanya melakukan reklamasi untuk bagian pulau yang terlihat dari laut yang dilalui kapal tujuan Jagoh-Tanjungpinang. Sedangkan yang di belakangnya tidak terlihat sama sekali reklamasi yang dilakukan. Bahkan menurut sejumlah sumber mengatakan reklamasi yang ada saat ini dengan penanaman pohon, tidak sesuai dengan dokumen Amdal, UKL/UPL.
Direksi PT PDP, Herlianto dikonfirmasi tentang reklamasi dan paska tambang di Pulau Baruk mengatakan bahwa langkah reklamasi dengan melakukan penghijauan sudah sesuai dengan dokumen Amdal. Juga setiap kali melakukan penanaman pohon, berita acara dibuat dan diketahui dinas terkait.
Disinggung soal Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2010 tentang Reklamasi Paska Tambang, Anggota DPRD Provinsi Kepri dari Partai PIB itu menjelaskan, perusahaan yang dipimpinnya telah berhenti beroperasi sejak tahun 2009 lalu, sebelum PP tersebut diberlakukan.
Namum disaat melakukan reklamasi dan penghijauan selalu mengikuti arahan dinas teknis dengan memberikan pupuk urea dan NPK dan pemeliharaan berlangsung per tiga bulan sekali. “Jadi tidak benar kami bekerja asal-asalan dalam mereklamasi Pulau Baruk. Dana reklamasi sebesar Rp2 miliar yang disetor ke rekening bersama sampai saat ini masih tertahan di Pemkab Lingga,” jelas Herlianto yang dihubungi melalui telepon selulernya.
Menurut sumber yang indentitasnya tidak mau disebut di Dabo Singkep kemarin mengatakan tidak direalisasinya pencairan dana reklamasi PT PDP yang disimpan di rekening bersama oleh pemerintah daerah diakibatkan PT PDP “melanggar” komitmen paskatambang dan tidak sesuai dengan dokumen Amdal, UKL/UPL yang diusulkan. “PT.PDP dalam dokumen Amdal,UKL/UPL paska tambang menyebutkan akan membangun resort di Pulau Baruk,” jelasnya.
Ditambahkannya, upaya reklamasi dengan penanaman pohon di Pulau Baruk sejak setahun lalu, juga tidak maksimal. Pohon-pohon yang ditanam perusahaan kurang perawatan dan diperkirakan setengahnya mati. “Coba anda lihat dengan teliti, jika kita melihat dari jalur lintas kapal Pulau Baruk mulai hijau, tetapi jika lewat belakang Pulau Baruk tandus,”ujarnya.
Ia menambahkan, beberapa faktor yang menjadi penyebab pelaksanaan Amdal,UKL/UPL kurang optimal dilaksanakan oleh pemprakarsa atau pengusaha karena Amdal dalam implementasinya masih dipandang sebagai beban, bukan sebagai kewajiban untuk mengelola lingkungan hidup.
Amdal, UKL/UPL juga lebih dipandang sebagai instrumen perijinan daripada sebagai instrumen pencegahan dampak lingkungan dan lemahnya penegakan hukum terhadap kegiatan/usaha yang tidak menyusun Amdal, Amdal disusun pada saat kegiatan sudah mulai dan kegiatan atau usaha yang tidak mengimplementasikan RKL atau RPL, serta belum ada integrasi antara Amdal, ijin lokasi dan ijin operasi.
Hingga berita ini ditulis, upaya konfirmasi dengan Kadis Pertambangan Lingga Dasrul Aswir SE dan Kadis Lingkungan Hidup Abd Rahim SH masih diupayakan. (Yustin).