Cangak abu. Foto : Burung Indonesia/Willy Rombang |
Ekosistem Nusantara yang terdiri atas pulau-pulau dan dikelilingi hutan mangrove menjadi lokasi persinggahan burung air yang bermigrasi dari berbagai belahan dunia. Indonesia bagaikan setitik surga bagi burung migran.
Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia mencatat, tak kurang dari 49 daerah penting bagi Burung di Indonesia yang berpotensi sebagai lokasi persinggahan burung bermigrasi telah diidentifikasi karena mampu mendukung lebih dari 20.000 burung air atau 10.000 pasang burung laut.
Semenanjung Sembilang dan Banyuasin di pesisir timur Sumatera merupakan salah satu kawasan kunci bagi lebih dari ratusan ribu ekor burung air pendatang.
Setiap tahunnya, kawasan yang menjadi bagian dari jalur terbang (flyway) Asia Timur-Australasian ini menjadi lokasi persinggahan bagi burung-burung bermigrasi sebelum mereka melanjutkan perjalanan jauhnya.“Lahan basah merupakan habitat penting bagi keperluan hidup burung-burung air penetap maupun pengembara” ungkap Dwi Mulyawati, Bird Conservation Officer Burung Indonesia kepada Beritalingkungan.com (13/3).
Cangak (Ardea sp.), bangau (Ciconidae), atau pecuk (Phalacrocoracidae) merupakan jenis burung yang sangat menyukai kawasan mangrove sebagai tempat bersarangnya karena aman dari pemangsa. Bagi jenis-jenis pemakan ikan seperti kelompok kuntul (Egretta sp.) mangrove merupakan tempat bertengger yang kaya makanan. Sementara bagi burung air pengembara (terutama Charadriidae dan Scolopacidae) akar mangrove berguna sebagai tempat istirahat yang baik saat terjadi air pasang selama musim migrasinya.
Habitat lahan basah tidak hanya penting bagi burung-burung pendatang. Berbagai jenis burung penetap pun merasakan manfaat dari keberadaan kawasan ini, seperti mentok rimba (Cairina scutulata) dan bangau storm (Ciconia stormi).
Tipe habitat hutan rawa air tawar dan gambut menjadi rumah mereka untuk mencari makan dan berbiak. Begitu juga dengan hutan rawa rumput yang disukai keluarga keluarga Ardeidae, Anatidae, Rallidae, dan Jacanidae. Di daerah Tulang Bawang, Lampung, tercatat ribuan ekor blekok sawah (Ardeola speciosa), cangak merah (Ardea purpurea), kuntul besar (Casmerodius albus), dan kowak-malam abu (Nycticorax nycticorax) berkoloni sarang pada rimbunan rumput gelagah.
Kelompok burung-burung air kebanyakan menghabiskan sebagian besar hidupnya di berbagai tipe habitat lahan basah, umumnya pemakan hewan invertebrata yang akan selalu mencari makan di tempat yang sama di mana ada pakan melimpah. Lahan basah menjadi tempat bagi burung air beraktivitas, mulai dari mencari makan hingga berkembang biak dilakukan di lahan basah. Di Indonesia terdapat sekitar 184 jenis burung air yang berasal dari 20 suku.
Burung-burung air ini juga dikenal sebagai sang petualang, karena mereka melakukan migrasi ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Dalam bermigrasi, burung-burung akan menempuh jarak yang jauh hingga menyeberangi gunung, lautan, dan padang pasir. Kegiatan migrasi yang dilakukan burung-burung tersebut guna menghindari musim dingin di tempat asalnya dan mencari sumber makanan.
Salah satu jalur terbang penting yang digunakan burung-burung dalam bermigrasi adalah Jalur Asia Timur-Australasia (East Asian-Australian Flyway) atau yang biasa disebut flyway (jalur terbang). Jalur yang melintasi 22 negara ini membentang dari Rusia dan Alaska, hingga ke selatan Australia dan Selandia Baru yang melalui Asia Timur dan Asia Tenggara. Jalur terbang ini merupakan perlintasan bagi 50 juta burung bermigrasi yang berasal dari 250 populasi, termasuk 28 jenis yang terancam punah secara global. Jenis-jenis burung bermigrasi tersebut umumnya bergerak dari belahan bumi utara ke selatan, atau sebaliknya, diantaranya adalah angsa dan itik dari suku Anatidae, burung jenjang (Crane), burung pantai dan burung laut.
Saat bermigrasi, burung-burung tersebut sangatlah tergantung pada rangkaian lahan basah maupun gosong lumpur (mudflat) sepanjang jalur terbang. Produktivitas alami kawasan tersebut sangat penting bagi burung-burung yang singgah, terutama untuk menyediakan makanan sebelum mereka melanjutkan perjalanan.
Kendati Indonesia tergolong surganya burung air, akan tetapi hidup mereka menghadapi ancaman. Dwi menjelaskan sejumlah ancaman antara lain lahan basah alami Indonesia terus menyusut akibat alih fungsi menjadi lahan pertanian, permukiman, atau tambak. Lahan basah dianggap kurang produktif dan kurang bermanfaat. Padahal, lahan basah memiliki fungsi ekologis yang menjaga keseimbangan ekosistem daratan maupun perairan, baik itu habitat ataupun kehidupan tumbuhan dan satwanya.
Pengelolaan lahan basah sesuai dinamika kebutuhan di tingkat lokal dan nasional penting dilakukan guna mencegah menyusutnya kawasan lahan basah yang sangat bermanfaat secara global. Mengingat, lahan basah tidak hanya berguna bagi perlindungan dan pelestarian burung air beserta flora-fauna saja. “Tetapi juga, bermanfaat bagi manusia sebagai sumber produk makanan, bahan baku industri, dan obat”tandasnya. (Marwan Azis).