Angin berhembus mengiringi pagi bersama sang mentari memancarkan sinarnya. Hamparan luas dengan pohon-pohon yang daunnya berguguran saat kemarau lalu di batas negeri bak lukisan alam membentang. Nun jauh disana Pintu Lintas Batas (PLB) negara tetangga Timor Leste bersanding dengan PLB Indonesia. Diantara kedua PLB tersebut selalu ramai dengan transaksi jual beli berbagai kebutuhan.
Menyusuri jalan bebatuan menuju Desa Inbate yang berada di Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Mata kita dihiasi pemandangan rumah yang jauh dari sederhana. Inbate sekarang menjadi desa sentra pengerajin tempe.
Tetesan peluh jatuh di dahinya mengalir ke wajah ibu Lusianadari panas bara api tungku masak kedelai. “Ibu Lusiana, Juragan Tempe dari Inbate”, warga Timor Leste yang memilih bergabung bersama Indonesia.
Bermula dari pertemuannya dengan Komandan Pos (Danpos) Perbatasan Inbate Letda Inf. Armansyah Satgas Pamtas Yonif 742/Satria Wira Yudha, menggiring langkahnya menjadi pengusaha UKM.
Awalnya kami memulai membuat tempe, hanya bermodal sedikit, itu pun dari Abang tentara Pos Inbate. Sekarang bisa mendapat pemasukan dana ratusan ribu rupiah dalam sehari. “Tempe buatan kami selalu habis dibeli. Bahkan kami mendapat pesanan ratusan tempe per hari dari Timor Leste. Terlebih pak Danrem 161/Wira Sakti memberi bantuan mesin pemecah kedelai menjadi lebih mudah pekerjaan kami, kedelai hancur dalam waktu singkat, ujarnya dengan senyum ceria ditemani Icha putrinya”.
Ibu Lusiana membangun kemandirian pangan bersama warga desa lain yang menanam kedelai untuk pasokan pembutan tempenya. Dia berharap suatu hari nanti tempe yang diproduksi tidak dari kedelai impor yang didatangkan dari Kupang.
Kemandirian pangan di kota-kota perbatasan negara harus dijaga dari gejolak sosial dan politik jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilisasi pertahanan negara yang dapat meruntuhkan Pemerintah yang sedang berkuasa.
Jika suatu hari nanti kita menikmati tempe di negeri Lorosae, ingatlah bahwa tempe itu buatan Ibu Lusiana penjaga ketahan pangan perbatasan.