Reef helth monitoring. Foto: Awaludinnoer/YKAN
TEMBARAU, BERITALINGKUNGAN.COM– Di ujung barat Pulau Papua, Kabupaten Tambrauw berdiri sebagai benteng keanekaragaman hayati yang kaya di darat maupun laut.
Sejak mendeklarasikan diri sebagai Kabupaten Konservasi pada 2018, wilayah ini terus meneguhkan komitmennya menjaga alam, budaya, dan keberlangsungan hidup warganya, terutama masyarakat adat.
Untuk memperkuat upaya tersebut, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) hadir di Tambrauw sejak 2021. YKAN tidak hanya membawa pendekatan konservasi konvensional, tetapi juga mendorong pengelolaan wilayah berbasis hak kelola adat.
Upaya tersebut sejalan dengan Peraturan Bupati Tambrauw Nomor 12 Tahun 2019 yang secara resmi mengakui hak masyarakat adat Werur dalam mengelola sumber daya pesisir dan laut mereka.
“Dengan dukungan dari YKAN, wilayah-wilayah adat yang penting kini telah dimasukkan dalam Rancangan Perda Tata Ruang Provinsi Papua Barat Daya. Ini upaya penting agar wilayah tersebut terlindungi dalam berbagai skema kebijakan,” ujar Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Papua Barat Daya, Absalom Solossa.
Ia menuturkan, Kabupaten Tambrauw yang menjadi bagian dari Bentang Laut Kepala Burung Papua memiliki kekayaan laut luar biasa yang menjadi sumber penghidupan masyarakat. “Kami tidak bisa bekerja sendiri. Perlu kerja sama dengan mitra pembangunan seperti YKAN yang terus mendukung langkah strategis kami dalam konservasi,” tambahnya.
Salah satu kekuatan pendekatan YKAN adalah keterlibatan masyarakat sejak awal melalui mekanisme Padiatapa (Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan). Mekanisme ini dijalankan di Tambrauw sejak 2021 dan diperbaharui pada Januari 2025, dengan melibatkan dewan adat, gereja, pemuda, dan kelompok perempuan.
Kini, YKAN aktif mendampingi enam kampung di Distrik Bikar—mulai dari Werur hingga Werbes—untuk mengelola wilayah perairan adat seluas 12.000 hektare. Pendampingan ini mencakup penguatan kelompok ekonomi lokal, pendidikan lingkungan, dan pengelolaan perikanan berbasis masyarakat yang memadukan sains dan teknologi.
Satu hal menarik adalah dukungan YKAN terhadap praktik sasi laut di perairan Pulau Dua. Sasi, yang digagas Dewan Adat Byak Karon bersama gereja, merupakan sistem adat pelarangan sementara penangkapan hasil laut untuk menjaga keseimbangan ekosistem. YKAN membantu memperkuat pemahaman dan kapasitas masyarakat dalam menjaga kawasan sasi tersebut.
“YKAN hadir bukan untuk menggantikan peran siapa pun, tetapi sebagai mitra yang menghormati budaya lokal dan wewenang pemerintah,” tegas Direktur Program Kelautan YKAN, Muhammad Ilman dalam keterangan persnya yang diterima Beritalingkungan.com (25/06/2025).
“Kami percaya, pelestarian hanya akan bermakna jika membawa manfaat nyata bagi masyarakat dan dapat diwariskan ke generasi mendatang.”ujarnya.
Langkah kolaboratif antara pemerintah, masyarakat adat, dan mitra konservasi seperti YKAN ini memberi harapan bahwa pengelolaan lestari bukan hanya impian, tetapi bisa menjadi kenyataan di tanah Papua (Marwan Aziz).