Pedoman tersebut sangat penting bagi peningkatan kualitas sekolah/madrasah yang aman dari bencana. Sebab kenyataannya 75% sekolah di Indonesia berada pada risiko sedang hingga tinggi dari bencana.
Proses penyusunan pedoman melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah, perguruan tinggi, donor, dan lembaga non-pemerintah kunci di tingkat nasional seperti Seknas Sekolah Aman, Kerlip, GFDRR World Bank dan lainnya yang bergerak dalam bidang Pendidikan Kebencanaan baik dalam dan luar negeri melalui berbagai seminar, diskusi Kelompok terarah dan forum konsultasi lainnya. Keseluruhan proses penyusunan ini dikoordinasikan oleh BNPB.
Bahkan pedoman tersebut telah ditetapkan menjadi Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2012. “Dengan adanya pedoman tersebut, akan lebih memudahkan dalam menuntaskan rehabilitasi sekolah yang rusak”, lanjutnya.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai akhir 2011 sebanyak 194.844 ruang kelas rusak berat di SD/SDLB dan SMP/SMPLB. Tahun 2011 telah terealisasi rehabilitasi sebanyak 21.500 ruang kelas, sisanya sebanyak 173.344 ruang kelas rusak berat akan direhabilitasi pada tahun anggaran 2012–2014. Sedangkan data Kementerian Agama menunjukkan dari 208.214 ruang kelas MI dan MTs, sebanyak 13.247 ruang kelas rusak berat dan 51.036 ruang kelas rusak ringan.
Dengan implementasi pedoman ini, Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan tahun 2012, telah dipersiapkan lokasi percontohannya. Saat ini sekolah Aman tercatat lebih dari 100 sekolah di 2 provinsi yaitu Jawa Barat dan Sumatera Barat.
Dalam program percontohan ini, sekolah yang sudah diidentifikasi akan mendapat bantuan teknis berupa training, workshop dan pendampingan bagi komite sekolah, kepala sekolah, mandor, dan pemangku kepentingan lainnya. Pada Oktober 2012, akan dilaksanakan penilaian atas pencapaian sekolah percontohan tersebut.
“Bantuan teknis ini merupakan bantuan hibah dari GFDRR World Bank bekerjasama dengan Seknas Sekolah Aman, Kemendikbud, BNPB, Pemerintah Daerah, Sekolah terkait dan lembaga lainnya”, papar Sutopo.
Sekolah percontohan terbaik akan mendapat penghagaan dalam bentuk pendampingan lanjutan. Hasil percontohan Sekolah Aman ini akan dipresentasikan sebagai pembelajaran (lesson learn) tentang penerapan sekolah aman di Indonesia pada Konferensi Tingkat Menteri Asia dalam Pengurangan Risiko Bencana (AMCDRR) ke 5 yang dihadiri sekitar 65 negara Asia Pasifik pada bulan Oktober 2012 di Yogyakarta.
Selanjutnya akan direplikasi hingga tuntas pelaksanaan rehabilitasi sekolah sampai tahun 2014. Tentu saja masih memerlukan upaya yang lebih keras untuk mewujudkan sekolah aman yang ideal.
Secara umum, sekolah aman mencakup: struktur bangunan yang aman, lingkungan yang aman, maupun pengetahuan mengenai kebencanaan yang memadai sehingga aman dari bencana.
Upaya ini jelas makin membuktikan bahwa Indonesia menjadi negara yang memiliki komitmen tinggi dalam pelaksanaan pengurangan risiko bencana.
“Faktanya Indonesia telah menjadi contoh bagi negara lain dalam impelementasi pengurangan risiko bencana di kawasan Asia Pasifik” tandas Sutopo. (Jekson Simanjuntak)