CALI, BERITALINGKUNGAN.COM – Hampir 200 negara berkumpul di Cali, Kolombia, untuk membahas upaya global menghentikan kerusakan alam dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia yang hadir di pertemuan COP 16 CBD mendesak Pemerintah Indonesia dan komunitas internasional untuk mendukung hak-hak Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (IP&LC), yang memainkan peran kunci dalam menjaga keanekaragaman hayati.
Pada COP 16 CBD, Masyarakat Adat mendorong diakuinya kontribusi mereka dalam perlindungan alam serta pembentukan badan permanen yang melindungi pengetahuan tradisional. Namun, delegasi Indonesia menolak pendirian badan ini, meski peran Masyarakat Adat dalam menjaga keanekaragaman hayati sangat signifikan.
“Penolakan ini adalah langkah mundur,” ungkap Cindy Julianty dari WGII kepada Beritalingkungan.com (24/10/2024).
Dia menekankan pentingnya perlindungan hak Masyarakat Adat, terutama di Indonesia, di mana lebih dari 30,1 juta hektare wilayah adat baru 16% diakui secara hukum.
Selain itu, Indonesia menghadapi ancaman keanekaragaman hayati dari industri ekstraktif seperti tambang dan perkebunan skala besar. Organisasi lingkungan mendesak pemerintah untuk mengurangi kegiatan ini, yang merusak habitat alami.
Eustobio Rero Renggi, juru bicara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, mengkritik keputusan pemerintah yang tidak mendukung pendanaan langsung bagi Masyarakat Adat, padahal dukungan ini penting untuk kelangsungan konservasi tradisional mereka.
Masyarakat Sipil Indonesia meminta pemerintah untuk mengubah sikapnya dan mendukung agenda Masyarakat Adat di COP 16 demi keberlanjutan lingkungan dan keanekaragaman hayati (Marwan Aziz)