SORONG, BERITALINGKUNGAN.COM – Ketua Dewan Adat Malamoi Paulus Sapisa menjelaskan bahwa wilayah di Bentang Laut Kepala Burung, Provinsi Papua Barat merupakan kawasan perairan yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Nilai luhur yang terwujud dalam perilaku turun-temurun seperti sasi, ikut mendukung pengelolaan lestari.
Hal itu dia ungkapkan saat menjadi pembicara pada Lokakarya “Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Melalui Pembentukan Unit Pengelola Wilayah Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Papua Barat” yang diselenggarakan oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Kota Sorong pada tanggal 11-12 Oktober 2022.
Menurutnya, agar pengelolaan kawasan dapat dijalankan dengan optimal dan mandiri, diperlukan penguatan kelembagaan unit pengelola wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA) menuju terwujudnya manfaat ekonomi bagi masyarakat.
“Leluhur telah mengajarkan kami menjaga alam dan memanfaatkannya secara bijak. Oleh karena itu, penting bagi kami untuk senantiasa meneruskan upaya tersebut hingga hari ini dan nanti,” jelas Paulus.
Hal itu diamini oleh Bird’s Head Seascape Senior Manager YKAN Lukas Rumetna. Menurutnya, sejak 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan fasilitasi pengakuan dan perlindungan terhadap 27 MHA yang tertuang dalam 20 Peraturan Bupati/Wali Kota.
Di Provinsi Papua Barat, dua di antaranya yaitu MHA Malamoi di Malaumkarta Raya, Kabupaten Sorong dan MHA Bikar di Werur Raya, Kabupaten Tambrauw.
“Dalam implementasinya, pengelolaan wilayah kelola MHA di kedua wilayah tersebut telah menerapkan sistem kearifan lokal, seperti Egek di Malaumkarta Raya dan Sasi di Werur Raya,” terang Lukas.
Dalam pengembangan selanjutnya, kedua wilayah tersebut akan dikelola melalui sebuah kerangka Pengelolaan Perikanan Bebasis Masyarakat atau disingkat PPBM. Menurut Lukas, konsep ini akan disempurnakan melalui diskusi-diskusi dengan masyarakat serta para pihak lainnya agar siap diimplementasi di wilayah kelola MHA Malaumkarta Raya dan Werur Raya.
“Diharapkan, melalui kerangka pengelolaan yang baik, wilayah kelola MHA Malaumkarta Raya dan Werur Raya dapat memberikan manfaat yang besar, baik secara ekonomi dan dari aspek keberlanjutan sumber daya secara ekologi,” jelasnya.
Selain itu, pengembangan wilayah kelola MHA juga perlu memperhatikan aspek potensial lainnya, seperti pariwisata bahari, budaya maritim, budidaya, restorasi dan lain sebagainya. “Sehingga pengembangan wilayah kelola MHA dapat mewujudkan pengelolaan yang optimal dan mandiri melalui pemanfaatan potensi tersebut sebagai sumber pendanaan pengelolaan MHA itu sendiri,” jelasnya.
Saat ini, YKAN bersama para mitra yang terdiri dari Universitas Papua, Dewan Adat Suku Maya, dan Yayasan Nazaret Papua Barat, dengan dukungan pendanaan dari Blue Action Fund sejak Desember 2020 sedang mengimplementasikan sebuah program yang berfokus pada tiga rancangan utama.
Koordinator Kelompok MHA Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP R. Moh. Ismail menjelaskan bahwa tiga rancangan tersebut adalah pembentukan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan termasuk wilayah kelola MHA yang dipadukan dengan pengelolaan perikanan skala kecil; peningkatan kapasitas pengelola kawasan konservasi dan perikanan skala kecil; dan peningkatan mata pencaharian masyarakat pada lokasi target proyek, yaitu Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Tambrauw.
Lebih lanjut Moh. Ismail menegaskan, negara mengakui dan menghormati kesatuan MHA beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan yang diatur dalam undang-undang.
“Untuk mendukung pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan bagi MHA diperlukan perencanaan pengelolaan serta pengawasan dan pengendalian yang implementasinya dilakukan oleh lembaga pengelola MHA,” ujarnya
Selanjutnya dari lokakarya tersebut disepakati akan dibentuk Unit Pengelola MHA di Malaumkarta Raya dan MHA di Werur Raya serta tata waktu menuju pengesahannya. Selain itu, beberapa rekomendasi juga dihasilkan, di antaranya; unit pengelola wilayah MHA yang telah dirumuskan akan disahkan melalui Dewan Adat atau Kelembagaan Adat yang telah terbentuk.
Kemudian PPBM merupakan konsep yang adaptif dan pemangku kepentingan setuju untuk diterapkan di wilayah MHA terutama di Malaumkarta Raya dan Werur Raya.
Juga akan dibangun skema pendanaan inovatif untuk pengelolaan wilayah MHA berkelanjutan termasuk kebutuhan peningkatan kapasitas dari MHA tersebut dan rencana strategis pengelolaan wilayah MHA yang mengedepankan pengarusutamaan perikanan berkelanjutan, pariwisata bahari ramah lingkungan, dan peningkatan nilai-nilai budaya masyarakat adat. (Jekson Simanjuntak)