JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Dalam upaya memperkuat sistem monitoring kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terkini, akurat, dan terpercaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengembangkan metode identifikasi luas karhutla berbasis teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Raffles B. Panjaitan menyampaikan bahwa sistem monitoring ini bertujuan untuk menyajikan data spasial karhutla secara akurat.
“Identifikasi luas karhutla dilakukan dengan menggunakan data penginderaan jauh yang berasal dari Citra Landsat 8 OLI, didukung dengan data hotspot dari Satelit NOAA dan TERRA-AQUA, kemudian diintegrasikan dengan data lapangan”, jelas Raffles.
Lebih lanjut Raffles menjelaskan data hotspot, data Citra Landsat 8 serta data lapangan tersebut didelineasi atau ditafsir, sehingga diperoleh peta areal kebakaran yang sudah divalidasi dengan pengecekan lapangan.
“Data luas karhutla ini dapat dijadikan sumber dalam perencanaan, pencegahan, penanggulangan, monitoring, dan pemulihan karhutla, penghitungan emisi, serta proses penegakan hukum. Baik oleh KLHK sendiri ataupun kementerian/lembaga lain yang memerlukan”, tegas Raffles.
Dalam Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Nomor 54 tahun 2015 tentang Wali Data Informasi Geospasial Tematik, telah diputuskan bahwa Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL), KLHK adalah wali data untuk Data Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan. Hal ini pertegas lagi dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 28 tahun 2016 tentang Jaringan Informasi Geospasial Lingkup KLHK.
Dalam pelaksanaannya Direktorat PKHL bekerjasama dengan Direktorat Inventarisasi Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan bersama-sama melakukan penghitungan dan penyajian data luas karhutla secara spasial.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, beberapa waktu lalu menegaskan bahwa berbagai upaya pemerintah dalam pengendalian karhutla yang didukung oleh masyarakat telah memperlihatkan hasil, luas kebakaran hutan dan lahan menurun drastis dalam 2 tahun terakhir.
“Luasan kebakaran hutan dan lahan pada periode akhir Oktober 2017 sebesar 150.457 Ha, atau turun sebesar 94,24% dibandingkan tahun 2015 dan sebesar 65,68% dibandingkan tahun 2016. Upaya-upaya dan capaian yang diraih ini tentunya harus berlanjut dan terus ditingkatkan sehingga kejadian karhutla di wilayah Indonesia dapat terus ditekan”, tambah Siti Nurbaya.
Sementara itu, Posko Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan tetap memantau hotspot, pukul 21.00 WIB (19/12/2017), berdasarkan pantauan satelit NOAA terdapat dua hotspot di Provinsi Kalimantan Timur, sedangkan berdasarkan satelit TERRA AQUA (NASA) terpantau enam hotspot, di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.
Dengan demikian, selama 1 Januari – 19 Desember 2017 berdasarkan satelit NOAA terdapat 2.574 titik, setelah tahun sebelumnya sebanyak 3.841 titik, sehingga terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 1.267 titik (32,98 %).
Sedangkan total 2.418 titik ditunjukkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Conf. Level ≥80%, setelah tahun 2016 lalu menunjukkan 3.843 titik, sehingga saat ini menurun sebanyak 1.425 titik (37,08 %).(BL)
–>