Ilustrasi pemutaran film berjudul “Bisa Dhewek” . Foto : Hanantiwi. |
BOGOR, BL- Pandangan bahwa yang bisa menyilangkan benih hanya orang pintar itu tidak selamanya benar. Ternyata dengan ketekunan, kerajinan dan keuletan, petani pun bisa menyilangkan benih sendiri.
Hal tersebut terungkap dalam sebuah pemutaran film berjudul “Bisa Dhewek” yang diselenggarakan Aliansiorganis Indonesia (AOI) dan Universitas Djuanda (UNIDA) di ruang D Fakultas Agribisnis dan Tekonologi Pangan, UNIDA Bogor (14/5) kemarin.
Film yang berjudul“Bisa Dhewek ” ini bercerita bagaimana para petani pemulia tanaman padi dan sayuran yang tergabung dalam IPPHTI (Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia) Kabupaten Indramayu. Meski mereka tak pernah mengenyam bangku pendidikan tapi mampu memproduksi benih padi.
Proses sekolah lapang, tukar menukar informasi yang dilakukan secara tekun, rajin dan ulet yang memberi mereka bekal sehingga bisa memproduksi benih, pupuk dan pestisida organik sendiri. Ini nampak dari petani yang mampu menyilangkan benih dan mendapatkan varietas yang unggul seperti di film “Bisa Dewek”.
“Jadi pendapat bahwa yang bisa menyilangkan benih hanya orang pintar itu tidak benar. Ternyata dengan ketekunan, kerajinan dan keuletan, petani bisa menyilangkan benih sendiri,” kata Gandhi Bayu dari KSU Lestari yang selama ini mendampingi petani organik di Cijulang, Bogor, Jawa Barat saat nonton dan diskusi di pre-event Bogor Organic Fair 2 (BOF 2).
Dengan mengadakan benih, pupuk dan pestisida organik sendiri petani bisa menghemat biaya produksi. Petani juga bisa melakukan perlindungan varietas tanaman unggul yang selama ini tergantung pada industri benih.
Gandhi mengakui bahwa petani organik memerlukan waktu untuk mendapatkan hasil panen yang tinggi. Lahan yang beralih ke pertanian organik mesti melewati masa konversi terlebih dahulu. Di masa-masa ini biasanya hasil panen menurun, maka petani perlu pendampingan dan dukungan dari para pihak.
Sementara Nur Rochman, staf pengajar Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan UNIDA memaparkan bahwa UNIDA telah melakukan upaya pendampingan kepada petani untuk berorganik. Ada beberapa demplot petani yang sudah melakukan pertanian organik. Selain itu, melalui mata kuliah Pertanian Berkelanjutan, Nur Rochman berharap UNIDA bisa memberikan pembekalan kepada mahasiswa untuk melakukan pertanian organik juga.
Menurutnya,hasil panen pertanian organik dengan metode sistem tanam akar sehat atau SRI (System of Rice Intensification) terbukti bisa meningkatkan produksi. Dengan menggunakan air irigasi yang sedikit, bibit yang telah adaptif, penanaman bibit yang cukup satu untuk satu lubang tanam, hasil panen padi bisa melimpah dan pendapatan petani pun bisa meningkat. Tak hanya itu, petani juga bisa mengkonsumsi produk organik sehat yang dihasilkannya. Ini karena, kunci pertanian organik mengutamakan kebutuhan keluarganya terlebih dahulu, baru menjual sisa hasil panennya.
Bagi Nur Rochman, penyadaran akan pentingnya pertanian dan gaya hidup organik harus dilakukan secara berkelanjutan dengan menggunakan berbagai media seperti film, tulisan, pameran, talkshow dan sebagainya.
Sedangkan Angga Wedaswara, Penggiat Film yang jugamenjadisalahseorangnarasumber di acaratersebutmengatakanbahwamahasiswa juga bisa berperan aktif melakukan penyadaran pentingnya pertanian dan gaya hidup organik kepada masyarakat di luar kampus. Tentunya bisa menggunakan media film yang efektif untuk dimengerti.
Film lain yang juga diputar dalam acara nonton bareng itu adalah “Buah yang Menunggu Mati.” Pemutaran film ini sebagai bagian rangkaian kegiatan untuk memeriahkan acara Bogor Organic Fair 2 & Festival Herbal Indonesia (FHI) yang akan dilaksanakan di Kampus IPB Baranang Siang Bogor pada tanggal 9-10 Juni 2012 mendatang. (Ani/Marwan Azis).