Danau Sentani. |
JAYAPURA, BERITALINGKUNGAN.COM- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo mengungkapkan ada tiga faktor kemungkinan penyebab terjadinya banjir bandang Sentani dan sekitarnya Sabtu malam (16/3) lalu yang mengakibatkan 82 orang tewas dan 74 orang dilaporkan hilang.
Doni mengatakan yang perlu dicermati mengapa terjadi peristiwa banjir bandang. Memang secara khusus belum menemukam jawaban yang akurat tetapi ada tiga faktor kemungkinan penyebabnya.
Faktor pertama, kata Doni, yakni faktor topografi. Kemiringan cagar alam Cycloop sangat terjal.
Kemudian lapisan tanahnya sangat tipis dan dibawahnya terdapat bebatuan lalu ditutupi sejumlah tanaman.
“Nah, ketika ada sedikit saja tanaman terpotong atau terkelupas, maka ini memudahkan untuk terjadinya longsor, grafitasi dengan kemiringan lebih dari 40 derajat tentu sangat cepat,” kata Doni usai meninjau lokasi bencana, Senin, 18 Maret 2019 seperti dikutip dari Kabarpapua.co.
Faktor kedua lanjut Doni, yakni cuaca atau iklim. Sebab intensitas hujan yang sangat tinggi, khususnya pada hari kejadian, yakni Sabtu, 16 Maret 2019 lalu. “Dalam waktu lima jam terjadi penampungan air yang ada di kawasan cagar alam Cycloop, diduga daya tampungnya sudah terbatas, sehingga cepat mengalir ke tempat rendah,” katanya.
Lalu faktor ketiga, banyak laporan dari masyarakat yang menyampaikan bahwa sebagian kawasan cagar alam Cycloop sudah dijadikan sebagai kawasan perkebunan. Tentunya hal ini harus ada komitmen dari semua pihak, termasuk para tokoh di Papua, khususnya di Sentani.
“Untuk bisa mengajak masyarakat agar bisa dengan sukarela meninggalkan kawasan itu. Kalau tidak, cepat atau lambat diantara keluarga kita mungkin ada di daerah yang rawan terjadinya longsor dan banjir pasti akan jadi korban,”tuturnya.
Untuk itu, Doni berharap masyarakat mematuhi imbauan yang disampaikan pemerintah daerah maupun tokoh masyarakat. “Peran tokoh agama terutama para pendeta untuk mengingatkan kepada warga semua agar mau mengikuti aturan yang ada. Cagar alam Cycloop ini harus kita lindungi,”harapnya.
Menurut Doni, upaya yang harusnya dilakukan saat ini yaitu konservasi menanam pohon. Apalagi di Papua terkenal dengan banyak jenis tanaman yang punya nilai ekonomis dan punya ekologis. Sehingga harus dicarikan solusi agar masyarakat bisa mendapatkan keuntungan tanpa menebang kayu.
“Contoh seperti tanaman pohon matoa yang saya saksikan itu memiliki akar yang kuat. Kalau tanaman matoa ini bisa ditanam di banyak tempat, masyarakat mungkin tak perlu menebang pohon dan buahnya bisa dipetik dijual,”tandasnya (KP/BL/Wan)