Ilustrasi ruang terbuka hijau yang dimanfaatkan sebagai sarana berlibur bagi warga. Foto : eprints.undip.ac.id |
JAKARTA, BL-Kondisi perkotaan di Indonesia yang saat ini dihadapkan pada tekanan urbanisasi yang berat. Di satu sisi urbanisasi memang penting pertumbuhan ekonomi kota. Namun di sisi lain, urbanisasi memicu degradasi kualitas lingkungan.
Urbanisasi juga membawa dampak negative lain seperti banjir, kemacetan, kekumuhan dan krisis infrastruktur. Masalah perkotaan itu kian bertambah, akibat dampak perubahan iklim yang dalam beberapa tahun terakhir ini sudah terasa dampaknya, sementara sumber daya pendukung kehidupan semakin terbatas.
“Oleh karena itu, perlu berbagai upaya mitigasi dan adaptasi yang diprogram dengan baik dalam arus utama pembangunan perkotaan,”kata Ir Joessair Lubis, CES, Direktur Perkotaan, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum saat tampil menjadi pembicara dalam diskusi Urban Greening Forum kemarin (6/5) di Kantor Kementerian PU.
Salah satu upaya untuk mengatasi problem urbanisasi yaitu melalui pengembangan kota-kota berwawasan lingkungan yang dibangun berdasarkan keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta dimensi tata kelolanya, termasuk kepimpinan dan kelembagaan kota yang mantap yang dikenal dengan sebutan Green City (Kota Hijau). “Kota Hijau” merupakan sebuah metafora dari pencapaian tujuan pencapaian pembangunan perkotaan berkelanjutan.
Gagasan pengembangan Kota Hijau ini diprakarsai Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang adalah pelaksaan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH), sebagai wujud program dan kegiatan yang berorentasi aksi yang inovatif.
Program tersebut telah diluncurkan saat puncak peringatan Hari Tata Ruang pada 8 November 2011 yang lalu di Jakarta.” P2KH pada dasarnya merupakan program kolaboratif antara pemerintah kota atau kabupaten dengan komunitas hijaunya sebagai pelaku utama, yang dikoordinasikan oleh pemerintah provinsi, dan difasilitasi oleh pemerintah melalui bimbingan teknis dan insentif program,” Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto.
Djoko menjelaskan, pada tahap awal prakarsa P2KH difokuskan pada tiga atribut kota hijau yaitu green planning and design, green open space dan green community. Pada tahap berikutnya, penanganan program diharapkan dapat lebih diperluas ruang lingkupnya pada lima atribut lainnya yaitu green transportation, green waste, green water, green energy dan green building.
“Dalam kaitan ini, P2KH dapat pula dimaknai sebagai langkah akselarasi implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota/Kabupaten yang telah memiliki Peraturan Daerah. Salah satunya melalui perwujudan Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30% dengan proporsi 20% publik dan 10% privat, sesuai UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang,”tambahnya.
Sejak tahun 2011, 60 kota/kabupaten yang tersebar di 17 provinsi telah menyatakan komitmen dengan kesungguhnya untuk mewujudkan kota-kota hijau. Pada tahun 2012 ini, keseluruhan peserta P2KH tersebut telah memulai berbagai aksi implementasi Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) dengan tiga pilar utama yakni pertama, software melalui penyusunan masterplan RTH dan peta hijau, kedua hardware, pembangunan taman kota/hutan kota ramah lingkungan sebagai percontohan miniatur kota hijau dan ketiga, organware, pembentukan komunitas hijau dan kampanye kota hijau di daerah yang mencerminkan karakter program yang inklusif dan partisipatif.
Pengembangan kota hijau ini dilakukan dengan pola produksi dan komsumsi sumber daya dikembangkan dengan cara-cara yang lebih cerdas dan efesien, sehingga telapak ekologis wilayah yang positif senantiasa dapat dipertahankan. Telapak Ekologis adalah sebuah kawasan produktif yang bisa menghasilkan sumber berupa makanan, maupun pencitaan kehidupan lainnya.
Untuk persiapan dan meransang tumbuhnya kota-kota di Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum tahun ini mengalokasikan anggaran Rp150 miliar. “Dana tersebut digunakan untuk meningkatkan partisipasi semua pihak dalam menciptakan ruang terbuka hijau di perkotaan,” kata Direktur Bina Program dan Kemitraan Direktorat Jenderal (Ditjen) Penataan Ruang pada Kementerian PU Rido Matari Ichwan.
Setiap kota/kabupaten, memperoleh dana masing-masing Rp1,5 miliar yang sifatnya merupakan anggaran pendampingan untuk membangun sistem, kultur, dan taman kota atau sarana fisik, sedangkan sisanya untuk membuat rencana besarnya.
Kementerian PU juga mengharapkan pemerintah daerah menjalin kemitraan dengan pihak swasta untuk mewujudkan kota-kota hijau di daerah masing-masing. (Marwan Azis).