Tim Mata Harimau Greenpeace mengeksplorasi keindahan hutan di Taman Nasional Tesso Nilo dengan gajah dari kamp Flying Squad. Namun keindahannya terancam oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit yang tidak bertanggung jawab. Foto : Dok Greenpeace. |
Setelah terus menerus menjadi saksi perusakan hutan yang masih leluasa terjadi di Hutan Sumatera, di hari kesepuluh Tur “Mata Harimau, Selamatkan Hutan Rumah Harimau” Greenpeace hari ini, akhirnya para aktivis lingkungan yang tergabung dalam Greenpeace bisa menyaksikan keindahan hutan Indonesia yang masih tersisa.
Hanya saja jika tidak dipertahankan, keindahan ini terancam hilang akibat ekspansi perkebunan hutan tanaman industri di sekitarnya. Sejak tanggal 28 September lalu, para aktivis tiba di Kawasan Taman Nasional Tesso Nillo, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Kedatangan aktivis Greenpeace ini disambut oleh upacara penyambutan unik, yakni pengalungan bunga yang dilakukan oleh gajah-gajah yang kini dilindungi di camp flying squad WWF, di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui.
Para aktivis terus menelusuri keindahan hutan di kawasan ini, dan mendokumentasikan dengan video dan foto. Selain itu para aktivis berkesempatan ikut memandikan gajah Sumatra di sungai sekitar kawasan.
Koordinator Flying Squad WWF Riau Syamsuardi kepada Beritalingkungan.com mengatakan gajah dan harimau menjadi satwa payung (umbrella species) karena daerah jelajahnya (home range) sangat luas. Seekor harimau sumatra (panthera tigris sumatrae) dapat menjelajah hingga 100 kilometer persegi. Sedangkan gajah dapat menjelajah hingga 60 kilometer persegi.”Bila habitat yang menjadi daerah jelajahnya tadi terjaga, species lainnya juga dapat lestari keberadaannya,” kata Syamsuardi.
Setelah memandikan gajah, tim ‘Mata Harimau’ turut serta bersama gajah flying squad melakukan patroli di sekitar kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo. Kawasan ini merupakan salah satu kantong gajah terbesar di sumatra dengan populasi mencapai 200 ekor. Di wilayah hutan dataran rendah ini juga menjadi tempat bermukim sekitar 11 ekor Harimau Sumatra.
Jurukampanye Hutan Greenpeace Rusmadya Maharrudin mengatakan, saat ini hutan yang sedemikian indah ini sedang terancam rusak. Pada saat melintas kawasan hutan ini menggunakan sepeda motor, tim menemukan kawasan hutan konservasi ini sudah dirambah. Tim Mata harimau juga menemukan jejak harimau pada saat menuju sungai tempat pemandian gajah. Kondisi ini menunjukkan, kawasan ini memang habitat asli harimau sumatra yang masih tersisa.
“Seluruh keindahan ini sangat rentan terhadap rencana konversi lahan. Untuk itu kami meminta kepada pemerintah untuk memastikan kondisi taman nasional ini karena peran ekologisnya sangat besar. tutup Rusmadya.
“Lebih jauh lagi kita harus berjuang menyelamatkan hutan Indonesia yang masih tersisa. Dengan menyajikan fakta perusakan hutan ini, kita sekaligus mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bergabung bersama kami menjadi ‘Mata Harimau’, mendesak perusahaan untuk segera menghentikan perilaku merusaknya dan beralih ke operasi yang lebih lestari dan bertanggung jawab, serta pemerintah harus mengimplementasikan perlindungan penuh terhadap lahan gambut serta hutan alam dan melakukan peninjauan kembali izin yang telah diberikan,” imbuh Rusmadya.
Hutan yang menjadi rumah Harimau Sumatera terus dihancurkan, saat ini hanya sekitar 400 ekor harimau sumatra di alam liar. Pemerintah Indonesia memperkirakan lebih dari satu juta hektar hutan Indonesia hancur setiap tahunnya. Dengan laju perusakan seperti saat ini, hewan menakjubkan yang telah menjadi inspirasi banyak khasanah budaya Indonesia ini terancam punah, senasib dengan Harimau Jawa dan Bali. (Marwan Azis).