
Ilustrasi kekeringan akibat perubahan iklim. Foto : josealbafotos via Pixabay.
HAWAII, BERITALINGKUNGAN.COM– Konsentrasi karbon dioksida (CO₂) di atmosfer mencatat kenaikan terbesar sepanjang sejarah, memunculkan kekhawatiran serius tentang upaya membatasi pemanasan global.
Berdasarkan data dari Observatorium Mauna Loa di Hawaii, tingkat karbon dioksida meningkat 3,58 bagian per juta (ppm) hanya dalam satu tahun, melampaui proyeksi terburuk yang pernah dibuat oleh Kantor Meteorologi Inggris (UK Met Office).
Menurut para ilmuwan, lonjakan ini bukan semata akibat emisi karbon dari bahan bakar fosil, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi iklim ekstrem, termasuk panas dan kekeringan yang memperburuk kemampuan hutan, padang rumput, dan tanah untuk menyerap karbon. Tahun lalu, fenomena El Niño yang memicu cuaca lebih kering dan lebih panas di daerah tropis memperparah situasi ini.
Dunia Mendekati Ambang Batas 1,5°C
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan setelah badan-badan iklim internasional, termasuk NASA dan NOAA, menyatakan bahwa tahun 2024 adalah tahun terpanas dalam sejarah. Suhu global rata-rata tercatat meningkat hingga 1,5°C dibandingkan era pra-industri, mendekati ambang batas yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Meskipun ambang batas ini belum resmi terlampaui karena dihitung berdasarkan rata-rata beberapa tahun, para ahli memperingatkan bahwa pencapaian target tersebut semakin sulit. “Batas 1,5°C ditetapkan bukan untuk kenyamanan, tetapi sebagai keharusan untuk mengurangi kerugian dan penderitaan manusia akibat dampak perubahan iklim,” jelas Joeri Rogelj, ilmuwan iklim dari Imperial College London.
Harapan Baru dengan Fenomena La Niña
Fenomena El Niño yang berkontribusi pada peningkatan karbon dioksida telah berakhir tahun ini, digantikan oleh La Niña yang lebih dingin. Para peneliti berharap kondisi ini membantu vegetasi di kawasan tropis menyerap lebih banyak karbon, sehingga kenaikan kadar karbon dioksida tahun ini dapat melambat. Namun, upaya global untuk menekan emisi karbon tetap menjadi kunci utama.
Seruan untuk Bertindak
Lonjakan karbon dioksida dan peningkatan suhu global ini menjadi pengingat mendesak bagi semua negara untuk meningkatkan komitmen mereka dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. “Tindakan nyata untuk mengurangi polusi karbon tidak bisa ditunda lagi. Ini adalah perjuangan demi masa depan yang lebih aman bagi generasi mendatang,” tegas Rogelj.
Bumi semakin mendekati titik kritisnya. Dari kebakaran hutan hingga kekeringan parah, dampak perubahan iklim semakin nyata. Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat—dari pemerintah hingga individu—bersatu untuk menyelamatkan planet kita sebelum terlambat (Marwan Aziz).