Jejak Berdarah Sisik Trenggiling, Di Balik Sindikat Gelap yang Membantai Satwa Terlindungi Indonesia

Berita Lingkungan Environmental News Satwa Terkini

Ilustrasi Tenggiling sunda sedang mencari makan di dahan pohon. Sumber : Wikipedia.

BALI, INDONESIA- Di tengah hiruk-pikuk kota dan siluet hutan yang kian menipis, seekor makhluk bersisik yang pemalu menjadi target perburuan paling brutal di Asia: trenggiling.

Bukan karena dagingnya, melainkan karena sisik-sisik kecil yang menempel rapat di tubuhnya, yang dipercaya sebagai “obat mujarab” di pasar gelap Asia.

Pada 21 Juli 2025, Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) menetapkan tersangka baru dalam jaringan perdagangan sisik trenggiling, PAI (46), warga Kebumen, Jawa Tengah.

Ia diduga menjadi penghubung kunci antara penyedia barang dan pembeli internasional dalam sindikat kejahatan satwa liar yang mencakup banyak negara.

Operasi Diam-diam, Penangkapan di Tengah Kota

Penangkapan ini merupakan hasil pengembangan kasus dari April lalu, ketika 165 kilogram sisik trenggiling—setara dengan pembantaian lebih dari 400 trenggiling dewasa (Manis javanica)—digagalkan peredarannya di sebuah kafe di Grogol, Jakarta Barat.

Penyelidikan siber yang dilakukan oleh tim Kementerian Kehutanan menemukan pola komunikasi mencurigakan di media sosial. Dengan cepat, tim gabungan melakukan pelacakan intelijen, menyusup ke celah-celah digital yang digunakan para pelaku.

Satu demi satu, jaringan itu mulai terbongkar.

RJ (46), pelaku pertama, telah diamankan sebagai penyedia barang. Kini, giliran PAI yang ditangkap sebagai penghubung logistik ke pembeli luar negeri.

Sisik-sisik trenggiling itu diyakini akan dikirim ke luar negeri untuk dijual dalam bentuk obat-obatan tradisional, padahal tidak ada bukti ilmiah yang mendukung efektivitasnya.

Kejahatan yang Tak Mengenal Batas Negara

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan bahwa ini bukan sekadar pelanggaran hukum biasa. “Ini adalah bagian dari kejahatan transnasional terorganisir, sebagaimana diakui oleh UNODC dan INTERPOL,” tegasnya.

Trenggiling kini tercatat sebagai spesies Kritis (Critically Endangered) oleh IUCN dan masuk dalam Appendix I CITES, yang berarti segala bentuk perdagangannya dilarang secara internasional. Meski demikian, pasar gelap terus berkembang—berganti jalur, menyusup ruang maya, dan mengeksploitasi celah hukum.

Perang Sunyi Demi Keanekaragaman Hayati

Bagi sebagian orang, menyelamatkan satu trenggiling mungkin tak berarti banyak. Tapi bagi para pejuang konservasi, seperti Kepala BKSDA Jakarta Didid Sulastiyo, setiap tindakan penegakan hukum adalah satu langkah lebih dekat untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati yang tak tergantikan.

“Eksploitasi terhadap trenggiling mencerminkan brutalitas dan kerakusan manusia terhadap alam,” ujar Aswin Bangun, Kepala Balai Gakkum Jabalnusra.

Ia juga menambahkan bahwa modus operasi pelaku kini tidak hanya mengandalkan perburuan langsung, tetapi memanfaatkan jejaring digital, menyamarkan transaksi dalam dunia maya.

Karena itu, penegakan hukum tak lagi cukup dilakukan dengan patroli di lapangan. Kini, mereka membangun sistem pemantauan siber, pelacakan intelijen, dan kemitraan antar-lembaga untuk memutus rantai perdagangan gelap dari hulu ke hilir.

Dari Sumatera ke Jawa, Pergeseran Pasar Gelap

Dalam delapan bulan terakhir, ini merupakan kasus keempat yang berhasil dibongkar, mengikuti pengungkapan di Kisaran, Tembilahan, dan Tanjung Balai. Pola baru menunjukkan adanya pergeseran pusat distribusi sisik trenggiling dari Sumatera ke Pulau Jawa.

Ini bukan kebetulan. Jalur distribusi yang lebih kompleks, kontrol pengawasan yang belum merata, serta keuntungan yang menggiurkan menjadikan Indonesia sebagai episentrum baru dalam jaringan perdagangan satwa liar global.

Negara Hadir, Alam Bertahan

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto telah menekankan pentingnya kedaulatan atas sumber daya alam dan penegakan hukum yang tegas terhadap kejahatan lingkungan. Langkah cepat dan kolaboratif antara Gakkum Kehutanan dan Bareskrim Polri menjadi contoh nyata bahwa negara tidak tinggal diam.

“Kolaborasi ini adalah fondasi utama dalam menciptakan sistem perlindungan yang kuat,” tegas Dwi Januanto Nugroho.

Namun, pekerjaan belum selesai. Beberapa pelaku masih dalam Daftar Pencarian Orang. Perburuan terhadap para dalang di balik sindikat trenggiling masih terus berjalan.

Menjaga Mereka yang Tak Bisa Bicara

Di balik sisik-sisik yang diperdagangkan secara brutal, ada satu cerita yang tak pernah terdengar: kisah makhluk malam yang menggulung tubuhnya saat takut, hanya untuk dibunuh demi kepercayaan yang tak berdasar.

Jika kita tak menghentikan ini sekarang, satu per satu spesies akan lenyap, membawa serta harmoni alam yang telah menjaga bumi jauh sebelum manusia tahu cara membuat undang-undang (Marwan Aziz).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *