JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Tindakan represif terhadap para aktivis terus terjadi menjelang perhelatan acara puncak Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Nusa Dua, Bali yang akan digelar pada 15-16 November 2022.
Setelah peristiwa pengadangan dan intimidasi terhadap pesepada dari Greeenpeace, Sabtu lalu terjadi pembubaran paksa rapat internal YLBHI dan 18 kantor LBH di Sanur, Bali. Bahkan sebelumnya, pembatalan agenda-agenda masyarakat sipil telah terjadi dengan modus memaksa pengelola atau pemiliki tempat untuk tidak menerima atau tidak melayani kegiatan yang akan dilaksanakan jelang G20.
Direktur Eksekutif Satya Bumi Annisa Rahmawati menyesalkan seluruh upaya-upaya membungkam kebebasan ruang sipil tersebut. “Pemerintah semestinya merangkul dan mendengarkan suara-suara masyarakat sebagai masukan yang berharga,” ujar Annisa dalam keterangan tertulis yang diterima Beritalingkungan, Senin (15/11).
Untuk itu, pemerintah harus menghentikan segala bentuk upaya membungkam kritik dan menjamin kebebasan sipil warga negara, secara khusus pada rangkaian perhelatan G20 di Bali, karena kebebasan ekspresi telah dijamin Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28 F UUD 1945.
“Pola-pola intimidasi yang memperparah kondisi dan situasi demokrasi ini tidak boleh diteruskan,” tegas Annisa.
Masyarakat akan semakin takut menyampaikan kritik karena dibungkam dengan berbagai metode. Dengan demikian, negara akan semakin sewenang-wenang dan jauh dari kritik masyarakat. Sudah selayaknya menghentikan tindakan represif dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang menyampaikan kritik.
“Jangan sampai urusan menjaga citra dan nama baik bangsa di depan negara lain, tapi melanggar hak asasi manusia warga sendiri,” paparnya.
Lebih jauh Annisa mengakatan, semua pihak sepakat bahwa G20 adalah acara bergengsi dan barangkali juga berdampak positif terhadap ekonomi, namun tidak bisakah pemerintah membuat pengamanan yang sewajarnya?
Alih-alih membuka ruang keterlibatan dan partisipasi publik yang bermakna, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Bali justru mengeluarkan berbagai kebijakan pembatasan aktivitas publik selama penyelenggaraan G20 di Bali, di antaranya lewat Surat Edaran Gubernur Bali No: 35425/SEKRET/2022 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat dalam rangka Penyelenggaraan Presidensi G20.
Berdasarkan salinan SE tersebut, PPKM diberlakukan di dua kecamatan di Kabupaten Badung, yakni Kecamatan Kuta dan Kecamatan Kuta Selatan. Selain itu, pembatasan juga dilakukan di Kecamatan Denpasar Selatan, wilayah Kota Denpasar.
Pembatasan berlaku mulai tanggal 12-17 November 2022 untuk kegiatan pendidikan, perkantoran pemerintah dan swasta, kegiatan upacara adat, dan kegiatan keagamaan. Pengecualian hanya berlaku untuk fasilitas kesehatan.
Semua sekolah dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi hanya boleh dilakukan secara daring. Semua perkantoran juga diberlakukan sistem work from home. Sejumlah ruas jalan utama diberlakukan kebijakan ganjil-genap.
Di tengah berlangsungnya acara forum dunia, masyarakat sekitarnya justru dikurung di rumah masing-masing. Pemerintah semestinya membuka ruang bagi masyarakat mengeluarkan pendapatnya.
“Misalnya, bagaimana mengantisipasi perubahan iklim, apa yang harus dikerjakan agar bumi tetap lestari. Biarkan para tamu melihat keberagaman, bukan hanya narasi tunggal yang disiapkan pemerintah,”tandasnya. (Jekson Simanjuntak)