JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Masyarakat Jurnalis Indonesia (SIEJ) di akun instagramnya menulis: “World Environment Day atau Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Juni demi meningkatkan kesadaran global untuk mengambil tindakan positif dalam melindungi alam dan planet Bumi.”
Hal itu merupakan pesan kuat yang digelorakan oleh SIEJ dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini. Pasalnya, sejak diperingati pada tahun 1974 dan ditetapkan oleh Majelis Umum PBB, kondisi lingkungan hidup tak kunjung membaik.
Lalu di postingan berikutnya, SIEJ juga menulis, “Makanan yang kita makan, udara yang kita hirup, air yang kita minum dan iklim yang membuat planet kita layak huni, semua berasal dari alam.”
“Namun, ini adalah waktu yang luar biasa, dimana alam mengirimkan pesannya kepada kami, untuk merawat diri kita sendiri, kita harus memelihara alam”, tulis SIEJ kemudian.
Selanjutnya, SIEJ mengajak semua pihak untuk bangkit. Berani bersuara, termasuk membangun kembali planet Bumi, beranjak dari kesadaran bersama. Karena ini merupakan waktu yang tepat untuk memperhatikan alam, seiring peringatan hari lingkungan hidup sedunia.
Fakta juga menunjukkan jika manusia sangat membutuhkan dukungan alam untuk dapat bertahan hidup. Itu sebabnya, manusia harus merawat alam. Untuk itu, dengan mengangkat tema besar peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, gerakan ini sekaligus mengajak setiap orang melakukan banyak hal, demi alam yang semakin baik.
Pentingnya Keanekaragaman Hayati
Program Lingkungan PBB (UNEP) pada Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day (WED), 5 Juni 2020 memilih Kolombia sebagai tuan rumah bermitra dengan Jerman.
Terpilihnya Kolombia sebagai tuan rumah karena menjadi negara megadiverse di dunia yang menampung hampir 10 persen keanekaragaman hayati di planet ini.
Tahun ini, tema besar yang dipilih adalah Time For Nature dengan fokus pada Biodiversity atau Keanekaragaman Hayati. Keanekaragaman hayati menjadi bagian penting dari kehidupan manusia yang diwujudkan dari makanan sampai obat-obatan.
Saat ini, dunia dilanda krisis kenanekaragaman hayati. Tahun lalu, Platform Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) atau Kebijakan-Ilmu Pengetahuan Antarpemerintah tentang Layanan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem mencatat, setidaknya 1 juta species terancam punah di dunia.
Sementara itu, menurut worldenvironmentday.com, 87 dari 115 tanaman pangan global bergantung pada penyerbukan serangga atau hewan yang merupakan bagian dari keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati juga membantu agar dampak perubahan iklim tidak terjadi, ketika hutan mengubah karbon dioksida menjadi oksigen yang kita hirup sehari-hari.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut keanekaragaman hayati menjadi semakin krusial akhir-akhir ini, karena dampaknya terhadap manusia. Hal itu diperparah dengan kebakaran hutan di Brazil, Amerika Serikat, dan Australia hingga pandemi penyakit global yang menunjukkan saling ketergantungan manusia dengan jejaring kehidupan.
Lalu, sejauh apa manusia menyadari akan pentingnya keanekaragaman hayati? Keanekaragaman hayati menurut PBB merupakan pondasi yang mendukung semua kehidupan di darat dan di bawah air.
Hal itu menurut Guterres, berpengaruh nyata terhadap setiap aspek kehidupan manusia. Misalnya, soal udara bersih, air bersih, makanan bergizi, pemahaman ilmiah, sumber obat, ketahanan terhadap penyakit alami, hingga mitigasi perubahan iklim.
Mengubah atau menghapus satu elemen diatas berakibat pada seluruh sistem kehidupan, sehingga menghasilkan konsekuensi yang buruk.
Tindakan manusia seperti penggundulan hutan, perambahan habitat satwa liar, pertanian intensif, dan percepatan perubahan iklim telah mendorong alam bekerja lebih keras melampaui batasnya.
Munculnya virus corona juga telah menegaskan bahwa manusia ikut menghancurkan keanekaragaman hayati. Situasi itu, akan menghancurkan sistem yang mendukung kehidupan manusia.
“Sekitar 75 persen dari semua penyakit menular yang muncul pada manusia adalah zoonosis, artinya penyakit tersebut ditularkan kepada manusia dari hewan,” pungkas Guterres.
Punahnya Keanekaragaman Hayati
Perubahan iklim yang menjadi perhatian dunia belum juga usai. Sementara itu, Bumi menghadapi kepunahan dari sejuta tanaman dan spesies binatang. Hal itu sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia.
Untuk menghentikan kepunahan tersebut, World Environment Day bekerja sama dengan Jerman dan Kolombia mengadakan gerakan besar untuk mendesak masyarakat dunia memikirkan kembali, bagaimana sistem ekonomi telah berevolusi dan berdampak besar terhadap lingkungan.
Platform Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) dan laporan GEO-6 mencatat 5 faktor utama yang menyebabkan kepunahan sebagian besar spesies hewan dan tumbuhan, yakni:
1. Permintaan manusia terhadap makanan yang mendorong terjadinya deforestasi
2. Eksploitasi tumbuhan dan hewan
3. Situasi darurat iklim
4. Polusi
5. dan Invasi parasit yang mengancam keanekaragaman hayati
Kepunahan keanekargaman hayati dapat dicegah dengan mengubah pola konsumsi manusia, termasuk sikap manusia memandang alam. Sikap peduli harus ditunjukkan secara nyata, tidak hanya dalam jargon dan slogan-slogan. Salah satunya, dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dalam kegiatan sehari-hari.
Sejarah Hari Lingkungan Hidup Sedunia
Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day (WED) telah dirayakan lebih dari 143 negara. Sebelumnya, Hari Lingkungan Hidup Sedunia digagas pertama kali dalam Konferensi Stockholm yang berlangsung di Swedia pada 5-16 Juni 1972.
Ide tersebut diusung oleh Jepang dan Senegal. Saat itu, Indonesia memiliki andil besar dalam momentun tersebut. Perwakilan Indonesia kala itu, Emil Salim (Menteri Penerbitan Aparatur Negara) bersuara keras tentang pentingnya kesadaran lingkungan di negara-negara berkembang.
Emil Salim mengingatkan bahwa hutan harus dijadikan rumah besar bagi seluruh makhluk hidup. Hal ini mengandung makna bahwa hutan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam tatanan kehidupan makhluk hidup
Kini, Hari Lingkungan Hidup Sedunia menjadi kendaraan PBB untuk menyerukan kesadaran dan tindakan negara-negara untuk melindungi lingkungan. Hari Lingkungan Hidup Sedunia juga menjadi platform global untuk menjangkau kesadaran publik yang pertama kali diperingati pada tahun 1974.
Momentum itu menjadi kampanye terbesar untuk masalah lingkungan di dunia, mulai dari polusi laut, pertumbuhan manusia yang berlebih, hingga pemanasan global. Kampanye juga berlanjut pada konsumsi berkelanjutan, serta kejahatan terhadap satwa liar.
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia dapat dirayakan dengan berbagai cara. Seperti mengikuti kampanye global, ikut mengedukasi tentang kondisi lingkungan, penanaman pohon, hingga lomba poster untuk anak-anak.
Di Indonesia, Hari Lingkungan Hidup Sedunia pernah diwujudkan dengan mencetak perangko bertema Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada tahun 2004-2009. Semua itu sebagai bentuk edukasi agar kita tetap peduli untuk menjaga Bumi. (Jekson Simanjuntak)
–>