Hari Bumi Bukan Seremoni, Greenpress Dorong Percepatan Transisi Energi Bersih

JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Memperingati Hari Bumi yang jatuh setiap tanggal 22 April, Greenpress Indonesia mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya umat lingkungan, untuk kembali merefleksikan peran dan tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian bumi.
Direktur Eksekutif Greenpress Indonesia, Igg Maha Adi, menyatakan bahwa Hari Bumi seharusnya bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi momentum refleksi sekaligus aksi.
“Hari Bumi adalah momentum refleksi, bukan seremoni. Ini saatnya kita kembali bertanya: sudah sejauh mana kita menjaga bumi, dan apa warisan yang akan kita tinggalkan untuk generasi mendatang?”ujar Igg Maha Adi di Jakarta (22/4/2025).
Hal senada disampaikan oleh Marwan Aziz, Sekretaris Jenderal Greenpress Indonesia, yang menekankan pentingnya konsistensi gerakan lingkungan di tengah krisis iklim yang semakin nyata.
“Sebagai pegiat lingkungan, kita tidak boleh lelah bersuara dan bertindak. Bumi kita sedang sakit, dan hanya komitmen bersama yang bisa menyembuhkannya. Greenpress akan terus berada di garis depan mengawal isu-isu lingkungan di Indonesia,” ujarnya.
Greenpress Indonesia, yang telah aktif sejak Oktober 2004 sebagai wadah para jurnalis dan pegiat lingkungan, menyoroti berbagai isu krusial mulai dari deforestasi, pencemaran laut, eksploitasi tambang, hingga krisis air dan iklim ekstrem yang kini makin terasa di berbagai wilayah Indonesia.
Melalui momentum Hari Bumi 2025, Greenpress juga menyerukan:
Pertama, Percepatan transisi energi bersih dan penghentian investasi energi fosil;
Kedua, Perlindungan kawasan hutan dan wilayah adat;
Ketiga, Penguatan kebijakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat;
Dan terakhir (keempat), Pendidikan dan literasi lingkungan sejak usia dini.
Selain itu, Greenpress mendorong sinergi lintas sektor- pemerintah, masyarakat sipil, media, dan swasta – untuk mewujudkan kebijakan berkelanjutan yang berpihak pada lingkungan hidup dan generasi masa depan.
“Kami percaya, bumi tidak butuh sekadar simpati, tetapi keberanian untuk berubah. Dari diam menjadi suara, dari konsumsi menjadi konservasi,” tandas Igg Maha Adi yang juga alumnus Pasca Sarjana Program Lingkungan Universitas Indonesia (UI) ini (Mutma).