Gunung Lewotolo, atau dikenal juga sebagai Ili/Ile Lewotolok atau Ile Ape dalam bahasa setempat, adalah gunung berapi stratovolcano yang menjulang gagah di Pulau Lembata, bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Nama-nama lokalnya, “Ili Lewotolok” yang berarti “gunung kampung/negeri runtuh” dan “Ile Ape” yang berarti “gunung api”, mengisyaratkan kekuatan dan ketidakdugaannya. Dengan letusan-letusan yang tercatat sejak abad ke-17, Gunung Lewotolo menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan kehidupan masyarakat sekitarnya.
Geografi dan Posisi
Secara geografis, Gunung Lewotolo berdiri megah di semenanjung di sisi barat laut Pulau Lembata. Meskipun posisinya yang strategis ini tidak termasuk dalam kategori tingkat kebencanaan yang tinggi, namun tetap menimbulkan kewaspadaan bagi warga sekitar.
Puncak gunung ini memiliki ciri khas kawah besar yang menyerupai kaldera berbentuk bulan sabit, yang disebut oleh penduduk setempat dengan nama Metong Lamataro. Kawah ini adalah bagian dari kawah lama Gunung Lewotolo.
Pada sisi tenggara Metong Lamataro, terbentuk sebuah kerucut yang menjadi puncak tertinggi gunung ini. Kerucut tersebut memancarkan hembusan uap solfatara, dengan solfatara berwarna kuning membara yang menambah keanggunan dan keangkeran pemandangan. Hingga saat ini, aktivitas solfatara dan sublimasi belerang terus terjadi di sekitar kerucut baru ini.
Riwayat Letusan
Gunung Lewotolo telah mencatat sejarah letusan sejak abad ke-17. Seperti dikutip dari Wikipedia, letusan-letusan signifikan tercatat pada tahun 1660, 1819, dan 1849. Letusan pada 5 dan 6 Oktober 1852 menghasilkan kawah baru dan ladang solfatara di sisi timur-tenggara gunung.
Selanjutnya, letusan tercatat pada tahun 1864, 1889, dengan catatan terakhir pada 1920 yang melaporkan letusan kecil. Pada tahun 1939 dan 1951, terjadi peningkatan aktivitas vulkanik yang menghasilkan lontaran lava pijar, abu, awan panas, dan hembusan gas beracun.
Pada Januari 2012, Gunung Lewotolo mengalami masa krisis gempa yang menyebabkan peningkatan status dari normal ke waspada, bahkan hingga siaga dalam waktu yang singkat. Namun, status ini kembali turun menjadi normal pada Oktober 2013. Pada 7 Oktober 2017, status aktivitas vulkanik kembali ditingkatkan dari normal menjadi waspada.
Peristiwa dramatis terjadi pada 29 November 2020, saat erupsi eksplosif memaksa warga sekitar untuk mengungsi. Letusan ini, yang berlangsung selama lebih dari 8 menit, menciptakan kolom asap setinggi 4000 meter. Letusan-letusan lanjutan terjadi pada tanggal 30 November 2020. Status kebencanaan pun ditingkatkan menjadi level III atau Siaga. Pada Juli 2022, Gunung Lewotolo kembali meletus, memperkuat kesadaran akan ancaman yang terus ada.
Kejadian Terkini
Kini dari laporan terbaru yang dilansir Beritalingkungan.com dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyampaikan aktivitas gempa di Gunung Ile Lewotolok, Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam rentang waktu satu minggu mulai dari 16 hingga 22 April.
Berdasarkan pengamatan instrumental di pos pemantau Gunung Ile Lewotolok di Lembata, gunung yang masih berada pada level III (siaga), terdapat 363 kali gempa erupsi, 2.276 kali gempa hembusan, dua kali gempa Harmonik, 41 kali Tremor Non-Harmonik, satu kali gempa Vulkanik Dangkal, sembilan kali gempa Vulkanik Dalam, empat kali gempa Tektonik Lokal, dan enam kali gempa Tektonik Jauh selama periode tersebut.
Energi seismik yang dihitung dengan metode RSAM menunjukkan fluktuasi energi dalam periode tersebut, dengan tren menurun, namun masih di atas ambang batas normal.
Pengukuran Electronic Distance Measurement (EDM) menunjukkan fluktuasi jarak miring dengan kecenderungan sedikit menurun di kedua titik ukur.
Aktivitas visual gunung menunjukkan adanya asap kawah dengan intensitas yang bervariasi, tinggi 50 – 800 meter dari puncak, serta cuaca yang bervariasi dari cerah hingga hujan dengan arah angin yang berbeda-beda.
Berdasarkan pengamatan ini, PVMBG merekomendasikan agar masyarakat di sekitar gunung tetap waspada terhadap potensi bahaya erupsi, guguran lava, dan awan panas. Masyarakat diminta untuk tidak memasuki wilayah sekitar gunung yang berpotensi terkena dampak langsung dari aktivitas vulkanik tersebut.
Pendakian dan Wisata
Meskipun memiliki riwayat letusan yang cukup signifikan, Gunung Lewotolo tetap menjadi destinasi favorit para pendaki. Pendakian dimulai dari Desa Atowatung atau Baupukang di Kecamatan Ile Api, di sisi utara gunung. Jalur pendakian yang berupa jalan setapak, meski tertutup oleh ilalang, menawarkan pengalaman petualangan yang unik. Kemiringan jalur pendakian yang mencapai 30-40 derajat menambah tantangan bagi para pendaki. Waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak umumnya adalah sekitar 5 jam.
Gunung Lewotolo adalah simbol keindahan alam dan kekuatan alam yang tak terduga. Sementara pesonanya menarik para pendaki dan wisatawan, riwayat letusannya mengingatkan kita akan ancaman yang senantiasa mengintai. Dengan upaya konservasi dan kewaspadaan yang tepat, Gunung Lewotolo tetap menjadi bagian penting dari kekayaan alam Indonesia yang harus dijaga dan dihargai.***