JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Ketua Umum Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) Mayjen TNI Mar (Purn) Buyung Lalana menilai tema “Sustainable Mountaineering Tourism” sangat tepat pada peringatan Hari Gunung Internasional atau International Mountain Day yang diperingati setiap tanggal 11 Desember.
“Tema yang diusung tahun ini berkaitan sangat erat dengan Indonesia, mengingat wilayah kita memiliki lebih dari 400 gunung dan 129 diantaranya adalah gunung api aktif,” ujar Buyung dalam sesi diskusi online yang digelar pada 29 Mei 2021.
Buyung mengingatkan, bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung api terbanyak di dunia. “Juga merupakan bagian dari seven summit dunia yang sangat terkenal, yaitu Carstensz Pyramid,” katanya.
Menurut Buyung, hal itu memberi manfaat besar, utamanya terkait pendapatan daerah dan masyarakat lokal. Gunung juga berperan sebagai penyedia mineral untuk menyuburkan tanah, mengatur tata air, penyediaan sumber utama plasma nuftah, kekayaan keanekaragaman hayati dan bentuk budaya masyarakat hingga membangun karakter bangsa.
Di sisi lain, gunung juga menjadi surga dan tujuan utama bagi wisatawan pendaki gunung untuk melakukan wisata petualangan atau wisata minat khusus.
Karena itu, Buyung Lalana menegaskan jika Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) sangat mendukung setiap upaya yang dilakukan untuk mewujudkan pariwisata gunung berkelanjutan di Indonesia
“Termasuk menyebarluaskan pengetahuan tentang gunung, sekaligus promosi wisata berbasis gunung, hingga meningkatkan pangsa pasar yang aman, nyaman serta pengalaman yang berkesan bagi wisatawan,” kata Buyung.
Selanjutnya, Buyung mengimbau agar upaya konservasi kawasan gunung dan pegunungan terus dilakukan. “Diantaranya melalui pengelolaan pariwisata gunung yang berkelanjutan”, pungkasnya.
Sementara itu, Harley Bayu Sastha, Koordinator Kemitraan Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) mengingatkan bahwa peringatan Hari Gunung Internasional (International Mountain Day) yang ditetapkan PBB setiap tanggal 11 Desember 2003 merupakan upaya untuk menciptakan kesadaran di masyarakat tentang tentang pentingnya gunung bagi kehidupan.
“Kita tidak bisa begitu saja melupakan arti penting gunung bagi kehidupan kita,” ujar Harley di kesempatan yang sama.
Menyoroti peluang dan kendala dari pengelolaan gunung, Harley sangat mendukung terbentuknya aliansi yang akan membawa perubahan positif bagi masyarakat dan pegunungan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Di tengah pandemi Covid-19, Food and Agriculture Organization (FAO) menetapkan tahun ini sebagai tahun “Sustainable Mountain Tourism” atau pariwisata gunung yang berkelanjutan.
“Ini penting, karena Indonesia merupakan surga hutan tropis dan memiliki gunung api terbanyak di dunia,” ungkap Harley.
Indonesia juga memiliki sedikitnya 127 gunung api aktif yang menjadi bagian dari rangkaian cincin api dunia (Ring of Fire). Bahkan sejarah mencatat, beberapa letusan gunung api di Indonesia telah mempengaruhi peradaban dunia dan melahirkan beragam ilmu pengetahuan, seni, budaya dan karya sastra yang berkualitas.
“Baik itu, sejarah letusan di masa lampau, maupun sejarah modern, seperti Toba, Rinjani, Tambora, Batur dan lainnnya,” kata Harley yang juga gemar menulis.
Beberapa diantaranya, bahkan telah ditetapkan badan dunia sebagai bagian dari jaringan Geopark dunia. Juga ditetapkan sebagai bagian dari 54 taman nasional yang ada di Indonesia.
Harley juga menegaskan bahwa FMI akan turut aktif mengkampanyekan “Sustainable Mountain Tourism” di Indonesia. Caranya dengan membangkitkan kegiatan pariwisata berbasiskan mountaineering, menciptakan pilihan mata pencaharian tambahan atau alternatif.
“Juga mempromosikan pengentasan kemiskinan, inklusi sosial serta konservasi landskap serta menjaga keanekaragaman hayatinya, ujar Harley.
Karena itu, Harley berharap Sustainable Mountain Tourism mampu memberi manfaat bagi para pelaku wisata gunung dan pegunungan, baik itu pengelola, penyedia jasa wisata alam dan para pendaki itu sendiri.
“Karena itu, Kita harus terus belajar bagaimana pengelolaan pariwisata gunung, termasuk mendengar langsung dari para narasumber yang terlibat dalam pengelolaan gunung di Indonesia dan luar negeri,” pungkasnya. (Jekson Simanjuntak)
*FMI adalah wadah Nasional bagi Organisasi Pendaki Gunung di Indonesia berdiri pada tanggal 28 Agustus 2005 di LIPI Jakarta dalam acara Sarasehan Pendaki Gunung Indonesia. FMI didirikan dengan asas Pancasila, bersifat nirlaba dan tidak berafiliasi dengan organisasi politik manapun. Anggotanya terbuka dari berbagai kalangan, dengan wilayah kerja yang meliputi seluruh Indonesia. Kepengurusan FMI saat ini berasal dari berbagai latarbelakang organisasi Pecinta Alam dan Profesi (TNI, Dosen, Praktisi, Wirausaha, Instruktur, Penulis, Wartawan dan sebagainya) yang mencintai dunia pendakian, konservasi khususunya di gunung maupun pegunungan