Elang jawa (Spizaetus bartelsi). Foto : Profauna. |
JAKARTA, BL-Satu lagi kabar menyedikan dari dunia konservasi satwa liar, keberadaan Elang jawa (Spizaetus bartelsi) di Taman Hutan Raya (Tahura) R Soerjo Jawa Timur dilaporkan semakin terancam punah diperkirakan jumlahnya kini hanya tinggal 2 ekor saja.
Menurunnya kualitas habitat ditenggerai membuat populasi elang jawa kian menyusut.
Berdasarkan survey terakhir yang dilakukan ProFauna Indonesia melaporkan populasi elang jawa di Tahura R Soerjo menurun drastis. Jika di tahun 1997 ditemukan sedikitnya 6 ekor elang jawa, kini tim ProFauna hanya bisa menjumpai 2 ekor saja.
Elang jawa adalah burung pemburu berukuran besar (60 cm) yang hidup di hutan primer yang ada di Pulau Jawa.
Elang jawa yang dalam rantai makanan berposisi sebagai top predator itu memangsa burung-burung besar dan mamalia seperti ayam hutan, tupai, musang, jelarang dan kelelawar buah. Habitat yang rusak membuat mangsa elang jawa semakin berkurang, apalagi penggunaan pestisida di lahan pertanian yang berbatasan dengan hutan juga turut mempengaruhi keberadaan elang jawa.
Menurunnya populasi elang jawa di Tahura R. Soerjo tersebut sangat disayangkan, karena itu merupakan kekayaan alam yang luar biasa. Apalagi diperkirakan populasi total elang jawa di alam tidak lebih dari 400 ekor. “menyusutnya hutan primer yang menjadi habitat elang jawa memberikan kontribusi besar bagi menurunnya populasi elang jawa. Sudah seharusnya pemerintah menghentikan laju deforestasi di Pulau Jawa”kata Chairman ProFauna Indonesia, Rosek Nursahid melalui rilisnya.
Menurut catatan ProFauna, selain di Tahura R Soerjo ada beberapa tempat lain di Jawa Timur yang juga menjadi habitat elang jawa, antara lain Pulau Sempu, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Taman Nasional Merubetiri, Taman Nasional Alas Purwa, Lebakharjo, Pegunungan Hyang dan Kawah Ijen. Namun belum diketahui pasti status populasi terkini dari elang jawa di tempat-tempat tersebut. Elang jawa bisa hidup di hutan primer mulai dari ketinggian 0 meter hingga 3000 meter dari permukaan laut.
Selain faktor rusaknya habitat dan juga diduga faktor penggunaan pestisida, secara alami memang pertumbuhan elang jawa boleh dibilang lambat. Elang jawa dianggap dewasa ketika berumur 3 atau 4 tahun dan hanya berbiak satu ayau dua tahun sekali. Elang jawa hanya bisa bertelur satu butir yang akan dierami selama sekitar 47 hari. Setelah anaknya lahir, selama 1,5 tahun anak elang jaewa itu akan hidup bersama induknya. Dengan perkembangbiakan yang lambat tersebut itu juga memicu rendahnya laju survival elang jawa.
Elang jawa adalah satwa langka yang telah ditetapkan sebagai burung nasional pada tahun 1993 karena selain kelangkaannya, burung ini juga dianggap mirip dengan burung garuda yang menjadi lambang negara Indonesia. Elang jawa juga masuk dalam daftar satwa yang dilindungi, sehigga penangkapan, perdagangan maupun pemeliharaannya dilarang oleh undang-undang. Semua ini untuk memastikan agar elang jawa tetap lestari di habitatnya.(Marwan Azis).