Ilustrasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatera) yang terkena jerat babi. Foto : Antara.
LUBUK BASUNG, BERITALINGKUNGAN.COM –Harimau Sumetera yang merupakan salah satu satwa dilindungi kembali terkena jerat babi, yang menyebabkan kematian bagi satwa yang kini statusnya terancam punah itu.
Menurut informasi dikutip Beritalingkungan.com dari Antara, pada Kamis (25/7), sekitar pukul 15.00 WIB, Simar, seorang warga dari Nagari Sungai Pua, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mendapati anjing peliharaannya menunjukkan kegelisahan di pinggir sawahnya. Ketika Simar mendekati lokasi, dia terkejut menemukan seekor harimau Sumatera terjerat di semak-semak dekat sawahnya.
Simar, yang mengetahui bahwa harimau adalah satwa dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, segera meninggalkan lokasi dan memberitahukan warga lainnya. Warga setempat mencoba untuk membantu, namun gagal, sehingga laporan kemudian disampaikan kepada Tim Patroli Anak Nagari (Pagari) Baringing sekitar pukul 15.30 WIB.
Ketua Tim Pagari Baringing, Naswir, dan anggotanya segera menuju lokasi untuk mengamankan harimau tersebut, yang sebelumnya sempat terekam kamera jebak pada April 2024. Harimau tersebut diduga terjerat jerat babi hutan pada akhir 2023, berdasarkan tanda pada kaki depan kiri yang puntung.
Saat Tim Pagari berusaha mencegah warga mendekat dan melaporkan kejadian tersebut ke Resor Konservasi Wilayah II Maninjau Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, harimau masih tampak agresif dan mengeluarkan auman. Namun, ketika petugas BKSDA tiba sekitar pukul 19.10 WIB, harimau tersebut sudah dalam keadaan mati.
Petugas BKSDA Sumbar menemukan bahwa harimau tersebut terjerat dengan seutas kawat gas sepeda motor. Setelah memeriksa, ditemukan bahwa tulang rawan trakea harimau pecah akibat tekanan yang disebabkan oleh jerat, mengakibatkan gagal pernapasan dan kematian.
Evakuasi harimau menuju Rumah Sakit Hewan Sumbar di Padang memerlukan waktu hampir satu jam karena medan licin dan gelap. Setelah sampai, tim medis melakukan nekropsi untuk memastikan penyebab kematian dan mengirimkan sampel organ ke Laboratorium Veteriner Bukittinggi untuk analisis lebih lanjut.
Dari hasil nekropsi, diketahui bahwa harimau betina berusia 3–4 tahun tersebut mengalami pecahnya tulang rawan trakea dan gagal pernapasan. Ini mengindikasikan kematian akibat jerat yang melilit lehernya.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya tindakan preventif untuk melindungi satwa liar dari jerat dan konflik dengan manusia. BKSDA Sumbar berencana untuk menindak lanjuti dengan menyapu jerat babi dan melakukan sosialisasi kepada warga untuk mencegah kejadian serupa.
Selain itu, masyarakat diingatkan untuk tidak melakukan aktivitas di kebun pada malam hari dan mengamankan ternak mereka untuk menghindari serangan satwa predator.
“Ke depan, kami akan terus melakukan upaya untuk melindungi harimau dan satwa dilindungi lainnya dari jerat dan ancaman lain,” ujar Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Sumbar, Antonius Vevri (Altas Maulana/Yusrizal/Antara/BL)