Potret dari Udara, 3,2 Hektare Lahan Hutan Pendidikan Unmul Rusak Diduga Ulah Tambang ILegal. Foto : Ist.
SAMARINDA, BERITALINGKUNGAN.COM- — Di balik gemuruh alat berat, suara kehidupan liar perlahan memudar. Di tengah hutan pendidikan milik Universitas Mulawarman, sebuah kejahatan terhadap alam akhirnya terbongkar.
Pada suatu sore di awal April 2025, ketika matahari mulai condong ke barat dan kabut tipis turun membelai kanopi hutan Samarinda, sekelompok mahasiswa dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman sedang mendokumentasikan herpetofauna amfibi dan reptil di kawasan hutan penelitian mereka, Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklathut. Mereka tidak menyangka, hari itu mereka bukan hanya akan menemukan katak pohon atau kadal pohon, tapi juga kejahatan ekologis berskala besar.
Dari balik rimbunnya vegetasi, terdengar raungan mesin berat. Rasa penasaran membawa dua mahasiswa, Muhammad Syafii dan Samuel, menyusuri jalur tak biasa. Yang mereka temukan adalah pemandangan yang mengejutkan: lima unit excavator mengoyak tubuh bumi, menggali perut hutan demi satu hal batubara.
“Kami lihat langsung alat berat bekerja di tengah kawasan hutan. Kami dokumentasikan, karena ini tidak bisa dibiarkan,” tutur Syafii.
Mereka bukan petugas kehutanan. Mereka bukan penyidik. Tapi hari itu, mereka menjadi ujung tombak dari perjuangan untuk menjaga hutan tetap menjadi hutan.
Dari Mahasiswa ke Penyidik
Laporan mereka segera sampai ke tangan Kepala Laboratorium Alam KHDTK, Rustam. Tak butuh waktu lama, laporan diteruskan ke Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Wilayah Kalimantan. Tim Pulbaket (Pengumpulan Bahan dan Keterangan) diturunkan ke lokasi. Apa yang ditemukan? Sama seperti rekaman Syafii, bekas luka di tanah dan aroma ketamakan yang tertinggal.
Penyidikan demi penyidikan dilakukan. Hingga akhirnya, dua nama muncul ke permukaan yang kemudian ditetapkan tersangka D (42), direktur PT TAA, dan tersangka E (38), penanggung jawab alat berat di lapangan. Keduanya sempat mangkir dari dua panggilan resmi. Tapi hukum berjalan. Pada malam 19 Juli 2025, pukul 22.50 WITA, keduanya ditangkap di Jalan Ahmad Yani, Samarinda.
“Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Barang bukti seperti handphone sudah disita. Kami terus mendalami pihak-pihak lain yang terlibat,” ungkap Kepala Balai Gakkum Kalimantan, Leonardo Gultom (22/07/2025).
Keduanya dijerat dengan pasal berlapis dari UU Kehutanan dan UU Cipta Kerja, dengan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara dan denda Rp 7,5 miliar.
KHDTK: Bukan Hanya Hutan, Tapi Harapan
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Diklathut bukan sekadar sepetak hutan lindung. Ia adalah laboratorium hidup, ruang belajar ekologis tempat para mahasiswa belajar mengenal biodiversitas, memahami simbiosis, dan merasakan denyut kehidupan liar yang utuh. Ketika alat berat masuk ke kawasan ini, yang rusak bukan hanya tanah dan pepohonan, tapi juga harapan.
Hutan ini adalah rumah bagi spesies endemik Kalimantan. Bayangkan, seekor katak pohon langka yang berdiam dalam liang basah harus terusir oleh timbunan tailing dan debu batubara. Di mata hukum, ini kejahatan. Di mata alam, ini pengkhianatan.
Keadilan untuk Hutan
Apa yang dilakukan Syafii dan kawan-kawan membuktikan bahwa perlindungan hutan tidak harus selalu datang dari mereka yang berseragam. Terkadang, suara paling keras datang dari mereka yang hanya bersenjatakan pena, kamera, dan hati yang peduli.
Kasus ini adalah alarm. Sebuah pengingat bahwa bahkan kawasan dengan status “Tujuan Khusus” pun bisa disusupi kepentingan ekonomi yang rakus. Namun, ini juga kisah harapan bahwa ketika manusia memilih untuk melindungi, alam pun bisa pulih dan hutan pendidikan UNMUL pun bisa terselamatkan dari tangan-tangan jahat yang hanya mementingkan kepentingan ekonomi semata (Marwan Aziz).