Dingin di Selatan Greenland Saat Bumi Menghangat, Kisah Sebuah Laut yang Melawan Arus

Berita Lingkungan Environmental News Perubahan Iklim Terkini

Gumpalan dingin di Atlantik Utara adalah sepetak lautan di Atlantik Utara yang menurut pemodelan NASA adalah salah satunya. Foto : NASA.

GREELAND, BERITALINGKUNGAN.COM — Di tengah pemanasan global yang melanda hampir seluruh permukaan Bumi, ada satu tempat yang justru semakin dingin: sepetak laut biru kehijauan di selatan Greenland, dikenal dengan nama cold blob. Ini adalah anomali iklim paling misterius di era perubahan iklim — dan para ilmuwan akhirnya mulai memahami mengapa ia ada.

Penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science Advances oleh tim ilmuwan dari Penn State University mengungkap bahwa fenomena cold blob tak hanya disebabkan oleh perubahan sirkulasi laut, tetapi juga oleh interaksi kompleks dengan atmosfer. Ini adalah pertama kalinya ditemukan bahwa laut dan udara berperan sama besar dalam mendinginkan kawasan ini.

“Selama satu abad terakhir, sebagian besar Bumi menghangat. Tapi wilayah sub-polar Atlantik ini malah mendingin,” kata Dr. Pengfei Zhang, ahli meteorologi dan rekan penulis studi seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman psu.edu (08/07/2025). “Penemuan ini memberi cahaya baru pada bagaimana sirkulasi laut seperti AMOC memengaruhi iklim global.” ujarnya.

Sabuk Konveyor Laut yang Melemah

Kunci dari teka-teki ini adalah Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) — sistem arus laut raksasa yang membawa air hangat dari tropis ke utara Atlantik, lalu menurunkan air dingin kembali ke selatan. AMOC adalah “sabuk konveyor” alami Bumi yang menstabilkan iklim global.

Namun, karena mencairnya lapisan es Greenland, air tawar dalam jumlah besar mengalir ke laut, membuat air laut kurang asin, lebih ringan, dan sulit tenggelam. Ini memperlambat kerja konveyor tersebut — dan akibatnya, bagian dari Samudra Atlantik justru mendingin.

Atmosfer yang Ikut Bertanggung Jawab

Penelitian ini melangkah lebih jauh dari penelitian sebelumnya. Tim ilmuwan menggunakan model iklim mutakhir dan metode analisis suhu canggih untuk memisahkan pengaruh laut dan atmosfer.

Mereka menemukan bahwa ketika suhu permukaan laut menurun, penguapan pun menurun. Ini berarti lebih sedikit uap air — yang juga merupakan gas rumah kaca — terlepas ke atmosfer. Akibatnya, efek rumah kaca lokal menurun dan udara di atasnya menjadi lebih kering dan dingin.

“Uap air adalah selimut alami Bumi,” kata Yifei Fan, penulis utama studi. “Tanpa itu, panas permukaan bisa lebih mudah lolos ke luar angkasa, memperkuat pendinginan yang sudah ada.”

Dampak Global: Jet Stream dan Cuaca Ekstrem

Fenomena ini bukan hanya masalah regional. Cold blob bisa mengganggu jet stream — aliran udara tinggi di atmosfer yang mengatur pola cuaca di belahan Bumi utara. Gangguan ini dapat memicu cuaca ekstrem di Amerika Utara dan Eropa, termasuk badai lebih intens, musim dingin yang tidak biasa, dan gelombang panas yang tak terduga.

“Pemahaman yang lebih dalam tentang cold blob sangat penting, karena bisa menjadi kunci memahami perubahan pola iklim di belahan bumi utara,” kata Laifang Li, pakar meteorologi di Penn State.

🔬 Apa Selanjutnya?

Studi ini memperkuat gagasan bahwa iklim Bumi adalah sistem yang sangat terhubung — di mana satu perubahan kecil di laut bisa berdampak besar di langit dan daratan ribuan kilometer jauhnya.

Meski menggunakan model iklim tercanggih, para ilmuwan menekankan perlunya pengamatan langsung lebih lanjut. Namun satu hal pasti: perubahan yang terjadi di satu sudut laut terpencil bisa menggema ke seluruh planet.

Di tengah kegaduhan dunia soal pemanasan global, kisah cold blob menjadi pengingat: perubahan iklim tidak selalu berarti hanya semakin panas. Kadang, justru muncul tanda-tanda paradoks — di mana mendinginnya laut bisa menandakan bahwa sistem iklim global sedang dalam krisis (Marwan Aziz).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *