![]() |
Hutan Papua yang harus dijaga kelestariannya. Foto : Greenpeace/BL. |
JAKARTA, BL- Duta Besar Hans Brattskar, Direktur Jenderal dan Utusan Khusus Bidang Perubahan Iklim Norwegia pekan ini berada di Indonesia untuk memantau kemajuan pelaksanaan kerjasama antara Indonesia – Norwegia dalam upaya mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan (REDD+).
Selama di Indonesia, Brattskar bertemu dengan para Ketua Kelompok Kerja REDD+ untuk mengetahui perkembangan proses pembentukan kelembagaan dan pelaksanaan inisiatif strategis dan program-program percontohan untuk mengurangi deforestasi. Brattskar juga mengunjungi Papua, salah satu calon provinsi percontohan pelaksanan REDD+.
“Kami mengambil langkah-langkah yang perlu untuk melaksanakan komitmen Presiden untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi 7 persen sambil melindungi hutan kita dan mengurangi emisi sebesar 41 persen dengan bantuan internasional. Keberhasilan program REDD+ menjadi penting untuk mencapai kedua target tersebut. Norwegia telah menjadi sekutu yang penting di Indonesia dalam rangka merespon masalah yang berkaitan dengan perubahan iklim,” kata Ketua Satuan Tugas REDD+ (Satgas REDD +), Kuntoro Mangkusubroto melalui siaran persnya diterima Beritalingkungan.com (13/3).
“Norwegia merasa bangga menjadi bagian dan memiliki komitmen penuh dalam kerjasama ini. Saya yakin Indonesia dapat mencapai target-target ambisius tersebut dan berharap segera melihat pelaksanaan strategi REDD+ yang efektif serta pendirian lembaga yang telah disepakati,” kata Brattskar.
Salah satu inisiatif strategis yang penting yang sedang dilaksanakan adalah moratorium penundaan ijin baru selama dua tahun. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/2011 mengenai Penundaan Ijin Baru dan Pengembangan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut pada Mei 2011.
Semenjak itu, Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) bersama dengan Satgas REDD+ bekerjasama dengan kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah terkait untuk merumuskan rencana aksi selama dua tahun ke depan.
Rencana aksi tersebut akan menciptakan transparansi informasi di kalangan kementerian dan lembaga bisnis sehingga memperkuat integrasi dan sinkronisasi data. Rencana aksi tersebut sekaligus lebih banyak memberikan akses untuk partisipasi publik. Semua hal tersebut merupakan prasyarat penting demi tercapainya reformasi yang lebih luas di bidang tata kelola hutan.
“Moratorium dan upaya untuk menciptakan satu peta yang terintegrasi mengenai seluruh konsesi yang diberikan oleh kementerian-kementerian yang berbeda telah menunjukkan kekacauan dalam konteks pengelolaan penggunaan lahan yang tidak tepat selama beberapa dasawarsa silam,” kata Kuntoro yang juga menjabat sebagai kepala UKP4.
Bagi Brattskar, moratorium merupakan cara terbaik dalam mengembangkan tata kelola hutan dan lahan gambut yang lebih baik. “Kita ingin menciptakan sebuah pendekatan perijinan yang bersifat lintas sektoral yang lebih akuntabel, transparan untuk mengembangkan kebijakan yang sesuai untuk meninjau ulang ijin. Sebagai sebuah inisiatif hal itu akan membantu Indonesia dalam mengurangi emisi sesuai yang dijanjikan oleh Presiden Yudhoyono,”jelasnya.
Setelah mengikuti pertemuan dengan para pejabat di Jakarta, delegasi Norwegia bersama dengan Satuan Tugas REDD+ akan mengunjungi Papua untuk bertemu dengan pemerintah setempat, perwakilan Satuan Tugas Ekonomi Rendah Karbon, organisasi lingkungan dan mitra pembangunan daerah.
“Terakhir kali kami mengunjungi Kalimantan Tengah. Sekarang kami senang untuk mengunjungi Papua yang merupakan hal penting untuk merealisasikan komitmen Pemerintah Indonesia dalam hal perubahan iklim. Saya sangat berharap untuk segera pergi ke Papua besok untuk melihat hutan yang masih utuh yang Anda miliki di sana dan untuk bertemu dengan masyarakat setempat dan membahas kesempatan-kesempatan pembangunan yang berkelanjutan dengan pemerintah propinsi di sana,”tuturnya Brattskar.
Menurut Kuntoro, Satgas REDD+ menyadari sepenuhnya akan pentingnya Papua dalam program REDD+ di masa yang akan datang untuk mengurangi deforestasi.
Satgas telah memulai fasilitasi untuk mensinkronkan rencana Pembangunan Rendah Karbon di tingkat propinsi sesuai dengan Strategi Nasional REDD+.“Kami telah mengikuti dengan seksama perkembangan positif dari propinsi ini, terutama bagaimana pemerintah propinsi telah bekerjasama dengan masyarakat sipil dan perwakilan masyarakat adat dalam mengembangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi.”jelasnya.
Pada Mei 2010, Indonesia dan Norwegia telah menandatangani Letter of Intent (Surat Niat) di Oslo yang mengangkat pentingnya kerja sama dalam rangka mengatasi deforestasi dan kerusakan hutan. Dana bantuan USD 1 miliar yang diberikan Norwegia akan sangat bergantung pada kemampuan Indonesia untuk memverifikasi pengurangan emisi. (Marwan Azis).