Rencana Proyek Rempang Eco City.
PEKANBARU, BERITALINGKUNGAN.COM – Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama Pemerintah Kota Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG) melanjutkan rencana pembangunan Rempang Eco-City meskipun mendapat penolakan dari masyarakat setempat.
Dalam rapat koordinasi yang diadakan baru-baru ini, Muhammad Rudi, Kepala BP Batam dan juga Walikota Batam, menegaskan komitmen untuk menyelesaikan proyek investasi tersebut, termasuk penyediaan infrastruktur dasar.
Penegasan ini datang setelah kunjungan dan konferensi pers Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, pada 12 Juli 2024 di Kota Batam, yang bertujuan memastikan kesiapan pembangunan infrastruktur dan perumahan bagi warga terdampak.
Eko Yunanda, Manajer Akselerasi WALHI Riau, mengkritik langkah pemerintah dan BP Batam yang dinilai mengabaikan aspirasi masyarakat yang masih ingin mempertahankan tanah adat mereka.
“Masyarakat Rempang masih tetap ingin hidup dan menjaga tanah adat leluhur mereka yang mereka tempati sejak dulu. Data yang kami himpun dan baru-baru ini kami publikasikan melalui kajian berjudul Kronik PSN Rempang Eco-City, Kontroversi Investasi Tiongkok, dan Resistensi Masyarakat Rempang,” ujar Eko dalam keterangan persnya yang diterima Beritalingkungan.com (26/07/2024).
Menurut data WALHI Riau, hanya sekitar 20% masyarakat di lima kampung tua yang bersedia direlokasi, sementara mayoritas lainnya menolak.
Eko menekankan bahwa pengembangan kawasan industri dan perdagangan di Rempang dapat mengancam sumber penghidupan masyarakat yang mayoritas bergantung pada laut dan kebun. Hasil pertanian dan laut dari wilayah ini telah menjadi penopang kebutuhan pangan Kota Batam, sehingga perubahan fungsi lahan dapat berpotensi menimbulkan krisis pangan di masa depan.
Selain itu, Eko juga mempertanyakan sumber dana untuk melanjutkan proyek ini, terutama dengan ketidakjelasan investasi dari Xinyi Group yang sebelumnya dikabarkan akan menyuntikkan dana sebesar 175 triliun rupiah.
“Xinyi Group yang dikabarkan akan menyumbang investasi sebesar 175 triliun rupiah ternyata belum memulai kerja sama apapun dengan PT MEG dan BP Batam. Bahkan kerjasama yang telah mereka miliki di Gresik dan Bangka Belitung Selatan sejak 2022 dan 2020 saja hingga saat ini belum dimulai. Lalu untuk apa Pemerintah ngotot melanjutkan proyek ini ketika investasinya masih belum jelas?” ungkap Eko.
Walhi Riau mendesak pemerintah untuk lebih mendengarkan suara masyarakat dan mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari proyek Rempang Eco-City. Masyarakat Rempang tetap berkomitmen mempertahankan tanah adat leluhur mereka dan menolak relokasi yang dianggap akan merugikan kehidupan mereka.(Marwan Aziz)