Ilustrasi akibat musim kemarau. Foto : Ist. |
JAKARTA, BL- Musim kemarau tahun 2015 ini diperkirakan normal. BMKG telah memprediksikan fenomena El Nino tidak menguat, masih dalam normal hingga sedang sehingga musim kemarau tidak akan berkepanjangan.
Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah masuk musim kemarau sejak bulan Mei dan Juni. Puncak kemarau diperkirakan September.
Hal tersebut disampaikan Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dikatakan, meskipun kemarau normal, namun kekeringan dan krisis air diperkirakan terjadi di beberapa wilayah yang kondisi alamnya memang kering. Juga karena ketersediaan airnya sudah defisit dibandingkan dengan kebutuhan air.
Beberapa daerah di Jawa, Bali, NTT, NTB, Lampung dan sebagian di Sumatera diperkirakan akan mengalami krisis air seperti Purwakarta, Wonogiri, Purwodadi, Pacitan, Boyolali, Pantura Jawa, Tuban, dan lainnya seperti tahun sebelumnya yang memang rawan kekeringan.
Kepala BNPB, Syamsul Maarif, telah meminta jajaran di BNPB dan BPBD menyiapkan langkah-langkah antisipasi. Rencana kontinjensi disusun untuk mengatur strategi penanganan darurat kekeringan. Kekeringan bersifat slow on set. Artinya berlangsung secara perlahan sehingga lebih mudah mengatasinya. Untuk kelangkaan air dilakukan dengan pengerahan tangki air dan logistik ke daerah rawan kekeringan. Himbauan hemat air dan pengaturan air untuk irigasi pertanian. Gerakan pemanenan hujan, restorasi sungai, pengurangan risiko bencana dan perbaikan lingkungan lebih ditingkatkan. Solusi jangka panjang mengatasi kekeringan perlu mitigasi struktural secara masif dengan pembangunan embung, bendung dan waduk. Tugas ini adalah kewenangan oleh Kementerian PU Pera dan Kemen Pertanian.
Dampak kemarau lain adalah potensi kebakaran hutan dan lahan yang akan terus meningkat. Umumnya pola hotspot di Sumatera dan Kalimantan akan banyak hotspot selama Juni-Oktober. Untuk itu antisipasi karhutla terus dilakukan bersama dengan Kemen LH dan Kehutanan dan Pemda.(Marwan Azis)
Kepala BNPB, Syamsul Maarif, telah meminta jajaran di BNPB dan BPBD menyiapkan langkah-langkah antisipasi. Rencana kontinjensi disusun untuk mengatur strategi penanganan darurat kekeringan. Kekeringan bersifat slow on set. Artinya berlangsung secara perlahan sehingga lebih mudah mengatasinya. Untuk kelangkaan air dilakukan dengan pengerahan tangki air dan logistik ke daerah rawan kekeringan. Himbauan hemat air dan pengaturan air untuk irigasi pertanian. Gerakan pemanenan hujan, restorasi sungai, pengurangan risiko bencana dan perbaikan lingkungan lebih ditingkatkan. Solusi jangka panjang mengatasi kekeringan perlu mitigasi struktural secara masif dengan pembangunan embung, bendung dan waduk. Tugas ini adalah kewenangan oleh Kementerian PU Pera dan Kemen Pertanian.
Dampak kemarau lain adalah potensi kebakaran hutan dan lahan yang akan terus meningkat. Umumnya pola hotspot di Sumatera dan Kalimantan akan banyak hotspot selama Juni-Oktober. Untuk itu antisipasi karhutla terus dilakukan bersama dengan Kemen LH dan Kehutanan dan Pemda.(Marwan Azis)
–>