Tim gabungan menemukan korban laka laut dalam kondisi meninggal dunia di pesisir Pantai Cikakap, Cianjur, Minggu (18/5). Foto: BPBD Kab Cianjur.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Di sudut Nusantara yang luas, langit tak lagi hanya biru. Ia bisa gelap dalam hitungan menit, mencurahkan air, angin, dan kadang duka yang datang tanpa aba-aba.
Minggu pagi, 18 Mei 2025, bukan sekadar pergantian hari. Ia adalah saksi bisu dari kisah tentang manusia, cuaca, dan keteguhan warga menghadapi bencana.
“Peralihan musim bukan masa tenang, justru masa penuh potensi bahaya. Banjir, longsor, dan cuaca ekstrem datang silih berganti,” ujar Abdul Muhari, Ph.D., dari BNPB ketika bercerita penanganan bencana (19/05/2025).
Ombak dan Kehilangan di Pantai Cikakap
Mengawali dari wilayah Jawa Barat, sebuah insiden laka laut terjadi akibat cuaca ekstrem berupa angin kencang yang melanda pesisir Pantai Cikakap, Desa Tanjungsari, Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur, pada Jumat (16/5) pukul 13.00 WIB.
Sebuah perahu nelayan terbalik setelah diterjang angin, mengakibatkan satu orang hilang, Diki bin Harun (20), yang kemudian ditemukan dalam kondisi meninggal dunia pada Minggu (18/5). Satu korban lainnya, Heri bin Harun (20), berhasil selamat dari kejadian tersebut.
Tim gabungan yang terdiri dari BPBD Kabupaten Cianjur, Basarnas, Polairud, TNI, serta relawan dan warga setempat telah melakukan upaya pencarian secara intensif dengan tetap mengutamakan keselamatan personel di lapangan. Perahu nelayan yang digunakan dalam insiden tersebut juga dilaporkan mengalami kerusakan.
Terkait hal ini, pemerintah daerah mengimbau masyarakat pesisir untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem dan gelombang tinggi yang dapat membahayakan aktivitas di laut
“Kami mengingatkan nelayan untuk terus waspada terhadap potensi angin dan gelombang tinggi. Aktivitas melaut bukan sekadar urusan perut, tapi juga soal hidup dan mati,” kata Abdul.
Air Deras di Sutopati, Magelang: Dua Nyawa, Satu Arus
Di Magelang, Jawa Tengah, Desa Sutopati tak menyangka bahwa hujan Jumat sore akan berubah menjadi tragedi. Bunga, bocah lima tahun, dan Darsini, perempuan dewasa berusia 30 tahun, terseret arus banjir. Mereka ditemukan tak bernyawa.
Air telah surut keesokan harinya, menyisakan lumpur dan tangis. BPBD setempat melakukan asesmen cepat. Mereka tahu, bencana tak hanya meninggalkan kerusakan fisik, tapi luka emosional yang lebih sulit dibersihkan.
Longsor Menggerus Lereng Ponorogo
Masih di Pulau Jawa, Desa Jrakah di Ponorogo dilanda tanah longsor yang menggulung lereng curam selepas hujan deras. Sebelas rumah terdampak, dua keluarga mengungsi.
Material longsor masih dibiarkan di tempatnya. Bukan karena tak peduli, tapi karena tanah belum stabil. Menyingkirkan puing sekarang bisa berarti memicu longsor susulan.
“Kami melakukan kajian cepat sambil terus mendata kebutuhan darurat. Sembako, terpal, hingga paket kebersihan menjadi prioritas. Kita bertindak cepat, tapi tetap hati-hati,” terang Abdul Muhari.
Banjir di IKN
Potret banjir di IKN
Bergeser ke wilayah Kalimantan Timur, ironisnya, bencana juga mengetuk pintu Sepaku, jantung masa depan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang awalnya diharapkan menjadi solusi dari problem banjir Jakarta. Hujan deras membanjiri Desa Sukaraja dan Karang Jinawi IKN pada Sabtu (17/5) dini hari.
Akibatnya, banjir merendam wilayah Kelurahan Sepaku, Desa Sukaraja, dan Desa Karang Jinawi, berdampak pada 75 KK atau 219 jiwa. Tujuh puluh tiga unit rumah terdampak, dan satu jalan poros sempat terputus karena genangan.
BPBD Penajam Paser Utara telah melakukan kaji cepat dan pemantauan muka air, serta memberikan edukasi kewaspadaan kepada warga. Saat ini, sebagian besar banjir dilaporkan mulai surut dan akses jalan kembali normal.
Guraping, Maluku Utara: Ketika Angin Menyapu Rumah
Di ujung timur, angin dan hujan menyatu menjadi badai mini di Kelurahan Guraping, Tidore Kepulauan. Dua puluh enam keluarga terdampak, sepuluh rumah rusak berat. Tapi tak ada yang mengungsi.
“Warga Guraping menunjukkan ketangguhan luar biasa. Mereka gotong royong memperbaiki rumah sambil tetap menjaga keselamatan,” puji Abdul.
BPBD segera turun tangan, membawa terpal, mantel hujan, dan paket kebersihan. Alam boleh mengguncang, tapi komunitas tetap berdiri.
Menjaga dari Bahaya yang Tak Terlihat
Musim pancaroba bukan hanya perubahan cuaca. Ia adalah ujian adaptasi. Ujian untuk sistem, pemerintah, dan warga.
BNPB mengingatkan: bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, angin kencang adalah realitas yang akan terus berulang. Tapi bukan berarti tak bisa dihadapi.
“Kunci utamanya adalah kesiapsiagaan masyarakat. Ikuti peringatan dini, simpan nomor darurat, kenali wilayah rawan, dan jangan pernah meremehkan awan gelap di atas kepala,” tegas Abdul Muhari (Marwan Aziz).