JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Exploitasia Semiawan menyatakan bahwa terdapat dua pandangan yang harus diperhatikan terkait viralnya video seorang influencer yang berenang ditarik lumba-lumba di lembaga konservasi Dolphin Lodge Bali.
“Pertama yaitu pemahaman animal rights (hak-hak hewan) dan animal welfare (kesejahteraan hewan),” ujar Indra dalam acara Live Instagram Change.org Indonesia Senin (14/6).
Karena itu, Indra menilai, kejadian tersebut sudah melanggar prinsip animal welfare ketika lumba-lumba dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu.
“Dipakai berenang, ditunggangi, ini sebenarnya tidak pantas karena prinsipnya mereka harus bisa bebas berperilaku normal,” kata Indra.
Selanjutnya, pihak KLHK segera menegur Dolphin Lodge Bali yang menjadi lokasi kejadian di video viral yang beredar.
“Untuk lembaga yang di Bali itu, mereka tidak memiliki izin peragaan, yang ada hanya izin konservasi,” jelas Indra.
Indra juga menegaskan jika pihaknya menilai PT Piayu Samudra Bali selaku pemilik Dolphin Lodge Bali telah melakukan malaadministrasi.
“Dia melakukan pelanggaran dengan melakukan peragaan di luar izin yang memang sudah kami keluarkan,” ujarnya.
Selanjutnya, tujuh ekor lumba-lumba tersebut sudah diambil dan dipindahkan. Di lokasi penangkaran yang baru, lumba-lumba diharapkan akan berperilaku normal seperti di laut.
“Perilaku normal ini bagaimana caranya biar bisa dimanfaatkan? Ya berenang bersama aja, si lumba-lumbanya juga tidak stress, bukan dengan ditunggangi” kata Indra.
Sebelumnya, Koalisi Anak Negeri untuk Lumba-lumba mempertanyakan pilihan Kementerian LHK yang memindahkan lumba-lumba ke kolam yang dianggap lebih sempit.
Koalisi beranggapan, pemindahan tersebut berpotensi membuat lumba-lumba stress, karena tempat tinggalnya tidak memadai, terlalu penuh serta tidak bisa berenang bebas.
Terkait kekhawatiran tersebut, Indra menyatakan bahwa saat ini Kementerian LHK baru berada pada tahap rescue atau penyelamatan. Sehingga, pemindahan ke kolam tersebut hanya berlaku sementara.
“Kami memberi kesempatan kepada Dolphin Lodge selama tiga bulan. Kalau mereka tidak bisa memperbaiki, lumba-lumbanya akan diletakkan di pusat rehabilitasi, untuk dinaturalisasi lagi agar bisa kembali ke alam,” katanya.
Sebelumnya, pada April 2021, KLHK melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali telah menutup sementara dan menyelamatkan tujuh ekor lumba-lumba yang digunakan sebagai atraksi melibatkan wisatawan, dengan cara menungganginya.
Lumba-lumba hidung botol sendiri masuk dalam satwa dilindungi oleh Indonesia dan dalam daftar merah IUCN dikategorikan mendekati terancam.
Sempat Viral
Beredarnya video seorang influencer yang berenang ditarik lumba-lumba mendorong beberapa figur publik membuat sebuah koalisi dan gerakan yang meminta untuk melepaskan para lumba-lumba ke laut. Koalisi juga menggalang dukungan melalui sebuah petisi daring di platform Change.org yang kini telah didukung oleh lebih dari 25.000 orang pada 15 Juni 2021.
Dalam acara Live Instagram Change.org Indonesia Senin (14/6), Nadine Chandrawinata, salah seorang penggagas petisi, menyampaikan bahwa ia ikut membuat petisi karena ingin menghargai lumba-lumba sebagai makhluk hidup.
“Binatang tidak bisa bersuara seperti manusia. Sementara, manusialah yang bisa menyelamatkan mereka, walaupun kita juga yang sering kali jadi penghancur,” kata Nadine.
Lewat petisi itu, Nadine ingin mencari lebih banyak orang yang sependapat dengan aksinya dan berani melakukan perubahan. Dalam tempo singkat, ia pun mendapat banyak dukungan masyarakat.
Sebelumnya, tujuh ekor lumba-lumba yang berada di lembaga konservasi Dolphin Lodge Bali dipindahkan sementara ke sebuah penangkaran bernama Bali Exotic, paska-video viral si influencer.
Sayangnya, kolam Bali Exotic diketahui hanya mampu menampung 10 satwa saja. Sebelumnya sudah ada 5 lumba-lumba dan kini bertambah 7 ekor. Akibatnya, kolam yang ada dinilai tidak sanggup nampung semuanya
Karena itu, koalisi menganggap pemindahan lumba-lumba ke kolam yang lebih kecil akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan terkesan menyiksa mamalia laut tersebut.
“Keberadaan mereka sekarang seperti di penjara,” ujar Davina Veronica, anggota koalisi, di acara yang sama.
“Lumba-lumba yang biasa berkomunikasi dengan gelombang bisa menjadi gila karena suaranya terpantulkan kembali oleh dinding kolam,” lanjut Davina.
Di akhir acara, Nadine dan Davina kembali menyampaikan harapannya agar lumba-lumba tersebut dilepaskan ke laut, bukan dengan memasukkannya kembali ke tempat penangkaran awal.
“Karena kita, manusia, yang sebenarnya bisa menjadi penyelamat mereka,” ulang Nadine sekali lagi pada sesi diskusi tersebut. (Jekson Simanjuntak)