Taman Nasional Baluran, yang terletak di Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, adalah salah satu kawasan konservasi paling ikonik di Indonesia. Dikenal sebagai “Afrika-nya Jawa,”
Taman nasional ini menawarkan panorama alam yang memukau dengan sabana luas yang mendominasi, hutan mangrove, hutan musim, dan berbagai ekosistem lainnya. Kawasan ini juga menjadi rumah bagi berbagai satwa liar khas Indonesia.
Sejarah Penetapan
Baluran awalnya ditetapkan sebagai hutan lindung pada tahun 1930 oleh Direktur Kebun Raya Bogor, K.W. Dammerman. Sejak saat itu, kawasan ini melalui beberapa perubahan status hingga akhirnya ditetapkan sebagai Taman Nasional pada 6 Maret 1980.
Dengan luas 25.000 hektar, Taman Nasional Baluran berbatasan dengan Selat Madura di utara, Selat Bali di timur, dan beberapa desa di sisi selatan dan barat.
Keanekaragaman Hayati yang Mengagumkan
Taman Nasional Baluran memiliki sekitar 444 jenis tumbuhan, termasuk beberapa spesies yang mampu beradaptasi dengan kondisi kering. Tumbuhan khas seperti Widoro Bukol (Ziziphus rotundifolia), Mimba (Azadirachta indica), dan Pilang (Acacia leucophloea) menjadi bagian penting dari ekosistem sabana yang mendominasi kawasan ini.
Selain kekayaan floranya, Baluran juga merupakan habitat bagi 26 jenis mamalia dan 155 jenis burung. Satwa-satwa khas seperti Banteng (Bos javanicus javanicus), Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas), dan Kerbau Liar (Bubalus bubalis) menjadikan taman ini sebagai tempat penting untuk konservasi satwa di Indonesia. Bahkan, banteng menjadi maskot resmi Taman Nasional Baluran.
Keunikan Geologi dan Topografi
Baluran memiliki topografi yang bervariasi, mulai dari dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian lebih dari 900 meter di atas permukaan laut.
Tanahnya terdiri dari tanah vulkanik berbatu di pegunungan dan tanah hitam subur di sabana. Keberagaman ini menciptakan habitat yang ideal bagi flora dan fauna yang berbeda, serta menjadi daya tarik bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan alam.
Ekosistem dan Zona Pengelolaan
Taman Nasional Baluran dibagi menjadi beberapa zona pengelolaan, termasuk zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif, zona pemanfaatan khusus, dan zona rehabilitasi.
Pembagian ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan lahan secara berkelanjutan.
Ancaman Invasif dan Tantangan Konservasi
Namun, Baluran tidak luput dari tantangan. Salah satu ancaman terbesar seperti dikutip Beritalingkungan.com dari Wikipedia adalah penyebaran tanaman invasif seperti Acaci nilotica yang merupakan spesies asli dari Afrika. Tanaman ini pertama kali ditanam sebagai sekat bakar di Taman Nasional Baluran pada tahun 1969.
Jenis tanaman ini menutupi wilayah sabana karen tumbuh dan menyebar dengan sangat cepat. Keberadaannya membuat lahan gembala banteng semakin sempit. Selain itu, satwa lain yang memanfaatkan sabana sebagai habitat juga mengalami gangguan akibat perubahan ekosistem ini***