![]() |
Taman Nasional Tessor Nilo. Foto : Wikipedia. |
Kepala BTNTN, Drh. Hayani Suprahman, M.Sc yang menerima berkas putusan tersebut pada minggu lalu dari Pengadilan Negeri Rengat menyatakan,” Kami menyambut baik keputusan ini karena dengan keputusan ini hak negara dihormati. Meskipun belum merupakan keputusan akhir, keputusan ini berkontribusi pada upaya Negara dan pemerintah serta masyarakat untuk mempertahankan hak dan kewajiban dalam melestarikan kawasan konservasi guna kepentingan bersama”ujarnya.
Pada 10 Juni 2008, BTNTN menyatakan banding kepada Pengadilan Tinggi Riau atas kekalahannya pada sidang gugatan yang diajukan oleh Ketua Koperasi Mekar Sakti, H. Djafar Tambak kepada Pengadilan Negeri Rengat atas sengketa lahan koperasi tersebut yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan-Riau. Dalam keputusan Pengadilan Negeri Rengat tanggal 5 Juni 2008, Majelis Hakim mengabulkan gugatan Ketua Koperasi Mekar Sakti, selaku Penggugat dan menolak eksepsi Tergugat (Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo). Majelis hakim juga mengakui Koperasi Mekar Sakti sebagai pemilik sah atas tanah terperkara dan memutuskan Balai TNTN secara sah telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum.
Menurut hasil cek lapangan pada proses sidang sebelumnya terbukti bahwa 766 ha dari 1.080 ha lahan yang diperkarakan masuk dalam Taman Nasional Tesso Nilo. Pihak Penggugat memang memiliki Sertifikat Hak Milik atas lahan tersebut untuk dikelola menjadi perkebunan sawit dari tahun 1999. Namun untuk merubah status kawasan hutan harus ada izin pelepasan kawasan dari Menteri Kehutanan apalagi pada saat itu kawasan yang disengketakan ini berstatus hutan produksi.
Direktur Penyidikan dan Perlindungan Hutan- Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Ir. M. Awriya Ibrahim, M.Sc mengharapkan masyarakat sebagai warga Negara harus dapat menarik pembelajaran dari putusan ini bahwa penguasaan kawasan hutan Negara secara illegal apapun alasannya merupakan kegiatan melanggar hukum seperti diatur dalam UU No.41 tentang Kehutanan.
Selanjutnya Awriya menghimbau, agar para penegak hukum memahami bahwa Negara memiliki hak yang berkekuatan hukum atas kawasan hutan negara termasuk taman nasional sehingga apa bila ada pihak-pihak lain yang memiliki atau mengeluarkan surat-surat penguasaan seperti sertifikat berarti mereka tidak menghormati hak-hak negara terhadap kawasan tersebut.
Kasus pemberian sertifikasi atau penguasaan lahan di kawasan hutan memang kerap kali terjadi untuk itu semua pihak harus menerapkan prinsip kehatian-hatian dalam pemberian legalitas suatu kawasan. Seperti halnya yang terjadi di hutan Tesso Nilo, hingga akhir 2008 sekitar 8.500 ha hutan di dalam TNTN dan 26.000 ha hutan di dalam kawasan usulan perluasan TNTN telah dirambah yang sebagian besar dijadikan perkebunan sawit.
Dengan kemenangan Balai TNTN dalam perkara banding ini maka lahan yang menjadi sengketa tersebut secara hukum dilindungi dari semua aktifitas konversi termasuk untuk pembukaan kebun kelapa sawit.
Menurut Suhandri, Program Manager WWF-Program Riau dalam siaran persnya, kemenangan BTNTN pada perkara banding ini merupakan suatu kemajuan proses hukum dan berharap proses penegakan hukum atas kegiatan-kegiatan illegal lainnya yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo maupun kawasan hutan lainnya dapat diterapkan.
Ia menambahkan bahwa kegiatan pembukaan lahan untuk perkebunan harus mengacu pada skema Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan yang salah satu prinsipnya adalah memastikan legalitas kawasan tersebut.
Sementara Ali Husin Nasution dari Kantor Bantuan Hukum Riau selaku pengacara BTNTN, putusan Pengadilan Tinggi Riau ini berarti tidak menerima Gugatan H. Djafar Tambak dan membatalkan Putusan Pengadilan Rengat No.11 tahun 2008 yang menyatakan BTNTN melakukan kegiatan melanggar hukum.”Berdasarkan putusan ini BTNTN tetap dapat melakukan pengamanan atas lahan yang disengketakan tersebut dan melakukan proses hukum terhadap apapun bentuk kegiatan ilegal diatas lahan tersebut”ujarnya. (WAN)