Anak-anak korban di Pariaman minta sumbangan kepada para pengguna jalan. Foto : Beritalingkungan.com/Marwan Azis. |
“Jadi sudah mulai dipakai hari ini, namun belum belajar, hanya dilakukan pendataan murid dan siraman rohani yang diberikan oleh para guru,”kata Albert Pakpaham, yang sehari-hari bekerja sebagai satpam SD Santa Trasia.
Dari 600 murid yang terdaftar di SD Santa Trasia baru sekitar 400 murid yang hadir dalam pembukaan sekolah darurat.”Belum semuanya hadir karena mungkin ada murid yang rumah roboh atau rusak,”ujarnya.
SD Santa Trasia yang bernaung dibawa Yayasan Prayoga Padang merupakan salah satu sekolah yang bangunannya roboh saat gempa berkekuatan 7.9 mengguncang Sumatera Barat.
Menurut Albert Pakpaham, setidaknya ada 2 ruang kelas, dan 1 ruang guru roboh akibat gempa. Untung tak ada korban jiwa karena saat kejadian sebagian besar murid sudah pulang. “Hanya 2 murid yang tertinggal, karena belum dijemput ama oleh orang tua mereka, saat itu mereka bermain di halaman sekolah, jadi mereka semua selamat,”kata Albert.
Sekolah darurat dibangun UNICEF-Depdiknas. Foto : Marwan Azis. |
Kini mereka terpaksa harus belajar di sekolah darurat yang hanya hanya beratapkan dan berdindingkan tenda putih dan berukuran 10 meter. Di lokasi bekas SD Santa Trasia tepatnya di Jalan Bandar Gereja Kota Padang itu telah yang terdiri atas tiga unit sekolah darurat.
Menurut data dari Satkorlak Penanggulangan Bencana Sumbar, terdapat 503 bangunan sekolah rusak di Sumbar rusak, dengan rincian rusak berat 241, rusak sedang 175, dan rusak ringan 87. “Kami akan segera mendirikan sekolah darurat sementara, dengan atap seng, dan dinding triplek. Kami lakukan itu agar para siswa bisa belajar tenang, kalau tenda kan panas, tidak layak,’kata Gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi.(Marwan Azis).