BOGOR, BL, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bumi saat ini berada dalam tekanan, akibat laju pertambahan penduduk.
“Butuh waktu puluhan ribu tahun untuk umat manusia mencapai 1 miliar manusia di tahun 1800, tetapi hanya butuh waktu 13 tahun bagi angka tersebut mencapai dua kali lipat. Umat manusia menghadapi tantangan yang sangat besar,”kata Presiden SBY saat berpidato jelang KTT Bumi di Sustainable Growth with Equity di Center for International Forestry Research (Cifor) di Kelurahan Situ Gede, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/6) siang yang juga disiarkan secara langsung oleh salah satu tv swasta nasional.
Menurut SBY saat ini dan kedepan umat manusia diperhadapkan pada berbagai persoalan seperti persoalan ekonomi, lingkungan, social, politik dan masalah keamanan. “Kita berhadapan dengan sebuah dunia yang cenderung melakukan eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam dan konsumerisme yang tak terpuaskan. Kita membutuhkan pergeseran paradigma,”ujarnya.
Perubahan itu lanjut SBY, seharusnya bisa berkontribusi untuk pemecahan permasalahan dunia yang lebih baik.“Sekarang saat yang tepat untuk mempromosikan pertumbuhan berkelanjutan dan berkeadilan. Banyak yang mengartikan pertumbuhan berkelanjutan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi yang akan datang,”tambahnya.
Presiden menekankan perlunya penguatan pertumbuhan ekonomi dan keadilan secara positif. “Itulah mengapa dalam diskusi para pemimpin G20 dalam memperbaiki perekonomian dunia, saya selalu menekankan pentingnya pertumbuhan inklusif, yang mengikutsertakan sebanyak mungkin rakyat, karena tanpa elemen ini pertumbuhan akan salah arah. Saya senang karena G20 sekarang gigih memperjuangkan pertumbuhan yang kuat, seimbang, inklusif, dan berkelanjutan dalam perekonomian dunia,”SBY menerangkan.
Bagian terpenting dari pertumbuhan berkelanjutan dan berkeadilan menurut SBY harus mendeteksi bahwa permasalahan cuaca dan lingkungan yang serius yang dihadapi bumi itu nyata, bukan imajinasi. “Perubahan cuaca itu adalah perbuatan manusia, dan solusinya juga dapat dipecahkan manusia. Kita harus dapat menahan tren berkurangnya jejak kaki ekologis di seluruh dunia. Menurut perkiraan, diantara 20 ekonomi terbesar di dunia, 15 diantaranya berada dalam situasi jejak kaki ekologis yang berkurang,” ungkap SBY.
SBY menyebut Brasil, Argentina, Kanada, Rusia, dan Indonesia sebagai negara yang memiliki jejak kaki ekologis yang surplus. “Hanya dengan mengubah kekurangan jejak kaki ekologis menjadi surplus, kita dapat mencapai hidup yang berkelanjutan,”tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut Presiden mengungkapkan, dalam negeri setidaknya ada dua sektor yang paling merasakan dampak perubahan iklim yaitu kelautan dan pertanian. Banyak pulau di Indonesia yang kini terancam tenggelam akibat kenaikan permukaan laut. Sementara sektor pertanian, para petani juga diperhadapkan pada cuaca ekstrim dan meningkatnya temperatur udara yang memberi efek negatif pada pertanian.
“Hal ini tentu saja terjadi di seluruh Asia Pasifik. Itulah mengapa keberlanjutan ekosistem hutan sangat penting untuk usaha kami dalam pembangunan berkelanjutan. Demikian juga dalam usaha pengurangan perubahan cuaca,”tandasnya. (Marwan Azis)
Foto : Staf Presiden SBY /Rusman.