Dalam tiga dekade terakhir, hampir 1,5 juta orang menjadi korban dari cuaca yang semakin ekstrim. 60 persen dari korban yang tewas akibat badai, banjir atau kekeringan, tinggal di wilayah termiskin di dunia. Sementara, kerugian material diderita negara-negara industri.
Akibat perubahan iklim, cuaca ekstrim, seperti badai, banjir dan suhu ekstrim, semakin kerap terjadi, menyebabkan kerugian jiwa dan ekonomi yang besar. Pertumbuhan penduduk, infrastruktur di perkotaan dan pertumbuhan kemakmuran di negara-negara industri memperburuk tren yang ada, karena ini berarti potensi timbulnya korban dan kerusakan menjadi lebih besar.
Menurut perusahan asuransi terbesar di dunia, Munich Re, antara tahun 1980 dan 2011, cuaca ekstrim telah menyebabkan kerusakan senilai 2,6 miliar Dollar AS. Lebih dari setengah kerugiaan ini timbul akibat badai. Hampir sepertiganya akibat apa yang disebut peristiwa hidrologi, termasuk di dalamnya adalah banjir. Dan 17 persen dari kerugian diakibatkan oleh kekeringan dan gelombang panas.
Semua kerugian tersebut memang diklaim pihak asuransi. Tapi pengeluaran yang terus meningkat, dalam jangka panjang model bisnis asuransi menjadi terancam. Oleh karena itu, terutama reasuransi*, bersama dengan lembaga penelitian, turut serta dalam proyek penelitian penyebab bencana.
Data tentang Perubahan Iklim
Sejak tahun 1970-an, Munich Re memiliki satu departemen untuk meneliti risiko yang berkaitan dengan peristiwa alam, Geo Risk Research. Sejak tahun 1980, data-data yang diperoleh disimpan dalam database yang sejauh ini berisi 30.000 masukan, yang disebutkan sebagai data terbesar sejenis di dunia.
“Pada awalnya hanya dugaan, lalu bukti terus menumpuk: Perubahan iklim menyebabakan peningkatan klaim dengan cepat,“ dikatakan Profesor Peter Höppe, kepala departemen Geo Risk Research di Munich Re. Sementara tingkat kejadian alam, seperti gempa bumi, tetap sama, jumlah yang berkaitan dengan bencana alam yang terkait dengan cuaca meningkat tiga kali lipat dalam tiga dekade terakhir. “Ini menunjukkan bahwa sesuatu telah berubah di atmosfer,“ dikatakan Peter Höppe,
Kerjasama dengan Peneliti Iklim
Peter Höppe mendapat dukungan dari Institut Penelitian Iklim Postdam PIK, yang selama bertahun-tahun telah bekerjasama dengan Munich Re. PIK mengirim informasi mengenai perubahan iklim global dan kemungkinan pengaruhnya pada manusia, alam dan ekonomi. “Prediksi tidak mungkin,“ ujar Friedrich-Wilhelm Gerstengarbe, pakar iklim dari PIK.
Namun, bisa diberikan model skenario yang dapat dimanfaatkan perusahaan asuransi untuk mengevaluasi model bisnis mereka. “Misalnya, seberapa tinggi risiko jika saya mengasuransikan rumah di pinggir sungai,“ dikatakan Friedrich-Wilhelm Gerstengarbe. Yang diteliti adalah gambaran keseluruhan, bukan badai tunggal, untuk mengevalusai apakah kasus yang terjadi memang berhubungan dengan perubahan iklim atau tidak. Ini merupakan pekerjaan yang menantang. Dan Gerstengarbe menambahkan, hasil yang diperoleh dapat meminimalkan dampak dari perubahan iklim.
Misalnya Afrika Selatan. Sungai Orange, salah satu sungai terpenting di negara ini, secara ekonomi telah dimanfaatkan sampai kapasitasnya. “Jika perubahan iklim lebih menurunkan tingkat permukaan air, maka kita punya masalah besar,“ dikatakan Gerstengarbe. Dalam satu proyek, PIK telah meneliti perkembangan pola hujan di wilayah ini. Dengan hasil penelitian ini, warga setempat bisa mengambil keputusan, misalnya cara terbaik untuk memanfaatkan atau menghemat air.
Bank Data di Internet
PIK saat ini tengah membangun platform internet untuk memberikan informasi mengenai perubahan iklim dan konsekuensinya. Untuk tahap pertama, klimafolgenonline.com, menyediakan informasi mengenai pola cuaca di berbagai wilayah di Jerman. Informasi ini dapat dimanfaatkan para petani dan juga pemerintah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Di masa depan, PIK berencana untuk mengembangkan platform internet ini untuk memberikan layanan informasi kepada seluruh dunia.
Perusahaan asuransi memiliki kepentingan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, Munich Re antara lain memberi dukungan pada simulator badai yang dikembangkan Institute for Business and Home Safety IBHS di Amerika Serikat.
Dalam terowongan angin yang dimiliki institut ini dapat diteliti bagaimana model rumah menghadapi terjangan badai kuat. Pengetahuan yang dikumpulkan nantinya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan gedung.
Pihak asuransi juga tertarik pada masalah pencegahan banjir dan terlibat dalam berbagai komite untuk meningkatkan tindakan pencegahan. Selain itu, pada April 2005, Munich Re mendirikan Munich Climate Insurance Initative MCII, yang ditujukan bagi warga yang keberadaannya terancam oleh peristiwa cuaca ekstrim namun tidak mampu mengambil polis asuransi.
Asuransi bagi Warga Miskin
Inisiatif ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada para petani atau nelayan di negara berkembang dan ambang industri untuk melindungi diri dari kehancuran finansial akibat bencana cuaca dengan apa yang disebut asuransi mikro. Dan polis asuransi ini dapat dibiayai dari kontribusi dari negara-negara industri, karena negara-negara ini dianggap paling bertanggung jawab atas perubahan iklim.
Dengan dukungan Kementrian Lingkungan Hidup Jerman, MCIII mengembangkan satu konsep asuransi bagi Karibia yang hancur dilanda badai. Tujuannya adalah untuk melindungi petani kecil dan buruh harian dari kehilangan mata pencaharian mereka. Di Filipina, yang kerap dilanda hujan deras dan badai, Munich Re juga bekerja sama dengan badan bantuan Jerman GIZ serta perusahaan asuransi lokal untuk memperkenalkan apa yang disebut “asuransi mikro indeks cuaca”.
“Pembayaran kecil sudah cukup untuk misalnya membeli benih dan untuk mempertahankan hidup,” dikatakan Prof. Peter Hoppe.
*Reasuransi adalah kebijakan satu perusahaan asuransi untuk melindungi dirinnya terhadap resiko asuransi dengan memanfaatkan jasa dari perusahaan asuransi lain.