Daerah pesisir Konawe Selatan mulai merasakan dampak perubahan iklim menyusul berkurangnya hasil tangkapan nelayan akibat anomali cuaca yang terus berlangsung. Foto: Yoshasrul/BL. |
KONSEL, BL- Pemanasan global bukan sekedar isu, tetapi fakta yang sudah harus disikapi sekaligus diwaspadai bersama umat manusia. Cuaca yang tak menentu tahun-tahun belakangan, telah membawa dampak luar biasa pada bumi, tak hanya mengganggu iklim manusia di daratan tetapi juga memukul kehidupan masyarakat di pesisir.
Sinyal bahaya dari alam ini tentu menjadi perhatian besar bagi pemerintah di daerah. Konawe Selatan (Konsel)sebagai lumbung perikanan terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara juga telah merasakan dampak besar ini. “nelayan di pesisir telah merasakan dampak perubahan iklim ini,”kata Jumadin, Kades Rumba-rumba.
Ini dikuatkan dengan hasil penelitian Dinas Kelautan dan Perikanan Konsel bekerjasama Marine and Climat Support (IMACS) Project Distric Consultation Workshop I-Cacth Result di sepuluh desa menunjukkan kecenderungan perubahan iklim telah membawa dampak serius pada tingkat pendapatan warga nelayan. Tak hanya itu kenaikan suhu dan air laut telah menyebabkan tangkapan dan budidaya nelayan menurun tahun-tahun belakangan ini. Kenaikan air laut bahkan telah merusak fasilitas umum desa pesisir seperti tanggul dan juga merusak rumah-rumah warga.
Di Kecamatan Kolono terdapat 31 desa, 26 diantaranya adalah desa pesisir. Di sepuluh desa ini telah memberikan tanda-tanda kurang menggembirakan bagi nelayan setempat. Beberapa nelayan mengatakan tidak dapat lagi menhitung arah angin akibat perubahan yang terus berubah-ubah. “Kalau dulu patokan kita pakai tanda alam yakni dengan melihat arah angin dan bintang sehingga bisa berhari-hari di laut mencari ikan, tapi kini kita tak lagi berani melaut sampai jauh,”kata Usman. Semua ini adalah ancaman serius bagi nelayan dan ancaman bagi kehidupan laut di pesisir.
Menyikapi ancaman itu Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan bekerjasama dengan USAID melalui Indonesia Marine and Climat Support (IMACS) Project Distric Consultation Workshop I-Cacth Result melakukan diskusi kajian kerentanan dan rencana aksi desa terhadap perubahan iklim di Konawe Selatan.
“Kita membuat satu desai bersama lembaga IMACS dengan focus penelitian terhadap perubahan iklim dan ancaman pemanasan global,”kata Adywarsyah Toar, Kadis Kelautan dan perikanan Konsel. Hasil penelitian, lanjut Adywarsyah menunjukkan perubahan signifikan pada penurunan hasil tangkapan dan budidaya nelayan.
Beberapa kepala desa di pesisir dengan antusias menyambut upaya pemerintah mengatasi ancaman perubahan iklim tersebut, setidaknya dari pertemuan diketahui cara dan solusi bagi nelayan dan pemerintah desa mengatasi ancaman tersebut. “Di kegiatan ini Kami ikut membantu mengindentifikasi dan memberikan masukan apa saja yang menjadi dampak perubahan iklim di desa, serta mengetahui kiat-kiat mengatasi ancaman pemanasan global untuk kami sosialisasikan ke tingkat nelayan,”kata Hasan B, Kades Ngapawali, Kecamatan Kolono. Ia berharap pemerintah dapat terus menerus memberikan bantuan pembekalan pada nelayan sebagai upaya memberi solusi terbaik bagi nelayan di pesisir.
Sebagian desa-desa di Kecamatan Kolono di garis pantainya terkikis karena abrasi dan gelombang pasang tinggi. Perubahan garis pantai terjadi di desa-desa diantaranya, Desa Lambangi, Tumbu-tumbu jaya, Ngapawali, Rambu-rambu, Batu Putih, Rumba-rumba, Ampera, Amolengu dan Langgapulu berlangsung karena kenaikan permukaan laut, pasang laut tinggi. Di beberapa desa ini tembok pemecah ombak (talud) telah dibangun pemerintah, namun air laut masih dapat melewati talud pada saat pasang tinggi.
Perubahan iklim di konsel telah berlangsung ditunjukan dengan sejumlah perubahan-perubahan pada kondisi iklim dan telah nampak dengan jelas. Perubahan pola musim, kondisi cuaca dan kecenderungan kejadian bencana iklim. Pada pola musim dapat dilihat dari awal musim dimana angin barat, angin timur, peralihan musim hujan dan musim kemarau yang bergeser tidak teratur, periode musim yang berubah serta sifat-sifat masing-masing musim yang tidak lagi sama. Pada beberapa desa ada pulayang menyatakan aspek iklim dan cuaca tertentu, seperti awal musim kemarau dan kecepatan angin tidak berbeda dibandingkan dimasa lalu. Sementara aspek iklim lainnya sudah berubah. Masyarakat dibebebrapa desa menyatakan pengetahuan tentang musim dan tanda-tanda musim sudah tidak lagi bisa diandalkan.
Warga disebagain besar desa menyatakan perubahan pola musim telah berlangsung. Awal datangnya musim dan lamanya musim angin barat mengalami pergeseran beberapa hari hingga satu bulan dan lamanya musim hujan dipandang semakin panjang dan tidak teratur. Perubahan musim ini mempengaruhi penghidupan dan kehidupan utama masyarakat, baik soal kesehatan, ketenangan dan harta benda warga.
Perubahan iklim membuat kondisi ekonomi nelayan semakin terpuruk. Angin dan gelombang kerap datang dan sulit diprediksi membuat nelayan sering tidak bisa melaut. Pendapatan nelayan pun melorot dan kesulitan mencukupi kebutuhan keluarga dipicu penurunan ekonomi nelayan.
Sejumlah nelayan di Konsel mengaku keprihatinan terhadap kondisi buruk pada perubahan iklim saat ini. “Dalam setahun nelayan hanya bisa melaut 160 hari karena tingginya gelombang mengakibatkan nelayan makin terpuruk,” kata Usman seorang nelayan. Usman nelayan, mengatakan banyak nelayan beralih pofesi menjadi buruh karena kondisi tak kunjung membaik. Warga berharap ada bantuan pemerintah untuk memberikan solusi paa nelayan menyikapi perubahan iklim tersebut.
Seperti diketahui, Kecamatan Kolono adalah wilayah yang berada di balik gunung dan seluruh desanya hidup berdampingan dengan hutan dan lautan. Daerahnya mekar dari tujuh desa menjadi belasan desa kini. Masyarakatnya memiliki tiga sumber mata pencaharian, petani, nelayan dan peternak. Kegiatan nelayan beragam, dari nelayan pancing, nelayan pukat, keramba, nelayan bubu, nelayan sero dan nelayan bagang. Pada saat kegiatan melaut tidak dapat dilakukan, terutama pada saat ombak tinggi dan arus kencang di musim barat, nelayan masih memiliki kegiatan penghidupan lain.
Implikasi sosial untuk orang-orang yang hidup dengan pantai, berarti bahwa mereka akan harus pindah keluar dari rumah mereka dalam rangka untuk terus bekerja dan mencari rumah baru. Dengan banyak orang bergerak pada saat yang sama ini dapat menciptakan masalah besar, terutama dengan satu juta orang diperkirakan yang harus dipindahkan karena kemungkinan banjir.
Hal ini penting untuk memperhitungkan bahwa jika tidak ada tindakan yang diambil, maka daerah seperti Konsel dengan mudah bisa kehilangan tiga belas persen lahan itu karena banjir dari air laut meningkat.
Masalah lingkungan akibat peningkatan permukaan laut bisa menjadi meningkatkan salinitas tanah dan sungai-sungai di pantai, yang akan membuat daerah itu dihuni hampir membuat tanah tanah terlalu asin. Peningkatan dalam air garam akan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup dari kehidupan hewan dan ikan air tawar. (Yos Hasrul).