Ilustrasi sungai tercemar di Samarinda, Kaltim. Foto : dok sidakpostkaltim.blog.com |
SAMARINDA, BL-Gugatan pencemaran lingkungan yang diajuhkan warga Samarinda, Kalimantan Timur, akhirnya dikabulkan Pengadilan Negeri setempat.
Mereka tergabung dalam Gerakan Samarinda Menggugat (GSM). Pada sidang putusan gugatan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sugeng Hiyanto SH MH, dengan hakim anggota Hongkun Otoh SH MH dan Yuli Effendi SH MHum kemarin memutuskan, menerima sebagian gugatan penggugat (GSM) dan menilai tergugat dalam hal ini Pemerintah Kota Samarinda lalai menciptakan lingkungan yang sehat untuk kepentingan umum serta mewajibkan membayar biaya perkara.
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Samarinda pada Rabu siang hingga sore tersebut dihadiri puluhan aktivis lingkungan.
Usai mendengarkan sidang putusan tersebut, sejumlah aktivis lingkungan langsung melakukan aksi gundul kepala di pintu masuk Pengadilan Negeri Samarinda sebagai bentuk rasa syukur atas dikabulkannya gugatan warga itu.
“Kami memang punya nazar jika gugatan warga terkait pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan tambang batu bara itu dimenangkan maka kami akan mencukur rambut hingga gundul,” ungkap salah seorang aktivis senior Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Kahar Al Bahri.
Sementara, Dinamisator Jatam Kaltim, Merah Johansyah mengaku, dari 14 “petitum” atau tuntutan yang diajukan GSM, sebagian besar dikabulkan oleh majelis hakim.
“Poin yang telah disampaikan majelis hakim pada putusan gugatan GSM ini yakni, dari 14 petitum yang kami ajukan, sebagian besar dikabulkan dan pihak pemerintah diberikan saksi dan hukuman termasuk membayar biaya perkara,” katanya.
“Putusan ini bagi kami merupakan kabar yang sangat baik dan ini kemenangan bagi warga Kota Samarinda yang sudah bosan dengan banjir, debu serta tragedi meninggalnya sejumlah anak di lubang-lubang tambang. Ini juga akan menjadi sejarah dan pelajaran bagi kita semua agar kita tidak tinggal diam jika perusahaan merampas hak-hak masyarakat dan pemerintah mengabaikannya hak tersebut,” ungkap Merah Johansyah.
Jatam bersama Pokja 30 serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ada di Kota Samarinda tersebut kata Merah Johansyah akan mengawal hasil keputusan Pengadilan Negeri Samarinda itu.
“Kami masih akan mempelajari jika salinan putusan itu telah diterima untuk menindaklanjuti putusan Pengadilan Samarinda itu. Namun, kami akan terus menagih semua janji terhadap apa yang telah dijamin oleh undang-udang tersebut termasuk hak lingkungan yang sehat,” ujar Merah Johansyah.
Sidang gugatan Gerakan Samarinda Menggugat itu kata dia sudah berlangsung selama satu tahun yakni sejak Juli 2013 dengan 14 “petitum” atau gugatan diantaranya, meminta dikuatkannya kebijakan perlindungan anak dalam operasi tambang, mengevaluasi seluruh izin pertambaangan yang telah dikeluarkan dan dilakukan secara transparan, mewajibkan pelaku usaha untuk merealisasikan reklamasi pascatambang untuk perbaikan fungsi lingkungan hidup dan melakukan upaya strategis dalam perlindungan kawasan pertanian dan perikanan masyarakat dari pencemaran.
Gugatan lainnya, GSM meminta pemerintah melakukan pengembangan model adaptasi perubahan iklim bagi masyarakat Kota Samarinda, tetapan daerah resapan air dan perlindungan wilayah hutan kota, memberikan pengobatan gratis untuk warga yang terpapar ISPA dan penyakit kulit khususnya di kawasan dekat operasi tambang batu bara di Samarinda serta memperbaiki fasilitas publik yang rusak akibat banjir seperti sekolah, jalan umum dan rumah ibadah.
“Pada gugatan tersebut pihak tergugat adalah Pemerintah Kota Samarinda, Pemerintah Provinsi Kaltim, Menteri ESDM dan Menteri Lingkungan Hidup,” ungkap Merah Johansyah seperti dilansir Antara.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Kota Samarinda, Masrullah dikonfirmasi Antara terkait putusan tersebut mengaku, masih belum menerima salinan putusan tersebut.
“Kami belum menerima salinan putusannya. Tentu, kami akan mempelajari terlebih dahulu kemudian menentukan sikap,” kata Masrullah. (Ant).