Pendaki asal Swiss dievakuasi menggunakan helikopter dari Gunung Rinjani. Foto : Koranntb.com/
NTB, BERITALINGKUNGAN.COM– Langit Gunung Rinjani siang itu muram. Kabut menggantung tebal di atas lereng curam, seakan menyembunyikan napas bumi di bawahnya.
Di tengah keheningan hutan pegunungan, sebuah suara darurat menembus awan: seorang pendaki asal Swiss, tubuhnya remuk, tergeletak di jalur sempit menuju Danau Segara Anak. Antara hidup dan kehilangan, satu-satunya harapan datang dari langit.
Di ketinggian lebih dari 2.500 meter, waktu bukan sekadar angka, ia menjadi pertaruhan nyawa. Inilah kisah dramatis tentang koordinasi lintas tim penyelamat, keputusan yang harus diambil dalam hitungan menit, dan helikopter yang menembus kabut untuk menjawab panggilan dari jantung Rinjani.
Pada Rabu pagi, 16 Juli 2025, wisatawan Swiss bernama Benedikt Emmenegger (46) tergelincir dari jalur Pelawangan, jatuh dengan jarak sekitar 25 menit sebelum jembatan besi, menit-menit yang berubah menjadi babak penting dalam perjuangan antar nyawa dan medan alam.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Kehutanan, Krisdianto, S.Hut., M.Sc., Ph.D menyampaikan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) pada Rabu (16/7/2025) pukul 11.25 WITA menerima informasi tentang adanya kecelakaan terhadap pengunjung pada lokasi 25 menit sebelum menuju jembatan besi kearah Danau Segara Anak.
Berdasarkan informasi awal dari guide dan porter yang mendampingi, korban mengalami pendarahan dan diduga mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuh.
Berdasarkan Aplikasi eRinjani, korban teregistrasi mulai mendaki pada tanggal 15 Juli 2025 melalui pintu pendakian Sembalun, dengan kode booking ER6DXB5STLQDS atas nama Benedikt Emmenegger (46 tahun) asal Switzerland.
BTNGR setelah menerima informasi tersebut, melakukan koordinasi dengan tim evakuasi Edelweis Medical Help Center (EMHC). Selanjutnya tim EMHC mempersiapkan dan mengumpulkan peralatan evakuasi serta logistik.
Pukul 11.30 WITA, tim evakuasi melakukan komunikasi dengan guide yang mendampingi korban untuk penanganan awal pasca kecelakaan. Tim juga meminta mereka guide agar mendampingi terus korban dilokasi tersebut sembari menunggu tim evakuasi datang.
Kronologi yang Mendebarkan
Pada pukul 11.25 WITA, guide dan porter mendeskripsikan luka pendarahan parah dan dugaan patah tulang multiple pada Emmenegger. Dalam hitungan menit, BTNGR (Balai TN Gunung Rinjani) mengaktifkan sistem eRinjani—mengonfirmasi bahwa Emmenegger terdaftar melalui jalur Sembalun sejak 15 Juli.
Tim gawat darurat Edelweis Medical Help Center (EMHC) bersiap, sementara guide setia menemani korban di tempat kejadian.
Sekitar pukul 11.59, muncul pertolongan profesional: dokter dari rombongan lain langsung menganjurkan evakuasi udara demi menghindari risiko perdarahan lebih lanjut jika harus melewati jalur darat.
Sinergi Lintas Institusi
Koordinasi dengan SAR Mataram berjalan kilat. Pukul 12.15 WITA, personel SAR Kayangan dikerahkan, diikuti tim medis EMHC dan Rinjani Squad yang meluncur dari Pos 2 jalur Sembalun.
Pukul 13.51, negosiasi intens dengan operator Bali Air untuk evakuasi udara mencapai titik terang, setelah pengiriman video dan analisis medan mendarat.
Dengan dihitungnya risiko cuaca, helikopter terbang segera pukul 15.00. Sekitar 16.40, helikopter mendarat di lokasi, membawa Emmenegger—ditemani anaknya dan seorang dokter—menuju Rumah Sakit BIMC Kuta, Bali, tiba sekitar 17.30 WITA.
Pembelajaran dari Tragedi
Evakuasi ini mirip dengan insiden turis Belanda sehari kemudian, di mana nyaris terjadi patah leher dan menggunakan prosedur serupa: helikopter dan aksi cepat tim SAR. Keputusan ini menegaskan pentingnya strategi evakuasi udara di medan ekstrem.
Langkah ini mengejawantahkan semangat reformasi keselamatan setelah kematian turis Brasil Juliana Marins pada 21 Juni—yang dikecam karena terlalu lama dihalau birokrasi dan medan berat.
Kini, Rinjani semakin giat memasang tanda zonasi (merah, kuning, hijau), mewajibkan sertifikasi guide, dan penggunaan gelang RFID serta tali permanen pada jalur berbahaya.
Peristiwa ini membuka cerita baru tentang Rinjani, kisah petualangan yang dihiasi profesionalisme dan kesiapsiagaan dalam menyelamatkan korban (Marwan Aziz).