Ilustrasi krisis iklim. Foto : dok Beritalingkungan.com
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM-Di saat dunia mendorong ambisi lebih besar untuk menekan laju pemanasan global, Indonesia justru menunda pengajuan dokumen iklim penting dan mempertimbangkan penurunan target FOLU Net Sink 2030. Apa yang sebenarnya terjadi?
Padahal, tahun 2025 adalah momen krusial bagi semua negara yang tergabung dalam Perjanjian Paris untuk memperbarui komitmen iklimnya dengan target yang lebih ambisius dan transformatif.
Namun, pernyataan Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, yang menyebut bahwa Second NDC harus “realistis, inklusif, dan dapat dieksekusi,” justru dinilai melemahkan posisi Indonesia di panggung diplomasi iklim global.
“Dunia tidak butuh kehati-hatian yang stagnan. Dunia butuh keberanian untuk memimpin. Yang paling mencoreng wajah diplomasi Indonesia adalah ketika kita memilih untuk menurunkan ambisi, justru saat negara lain tengah memperkuatnya,” kata Nadia Hadad, Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan melalui keterangan persnya yang diterima Beritalingkungan.com (25/06/2025).
Target FOLU (Forestry and Other Land Use) Net Sink 2030, yang sebelumnya telah mendapat pengakuan internasional sebagai wujud nyata kontribusi Indonesia dalam pengurangan emisi, kini disebut-sebut akan disesuaikan. Alasan realistis seperti pengembangan bioenergi dan ketahanan pangan menjadi dalih untuk menurunkan ambisi. Namun bagi pegiat lingkungan, ini adalah langkah mundur.
“Jika target ambisius diturunkan karena takut gagal mencapainya, maka itu bukanlah kepemimpinan, melainkan kemunduran. Menjaga hutan bukan pilihan, tapi keharusan,” lanjut Nadia.
MADANI menilai SNDC seharusnya menjadi titik balik menuju pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan iklim, bukan sekadar dokumen administratif. Tahun lalu, sebanyak 64 lembaga masyarakat sipil telah menyerahkan dokumen rekomendasi SNDC yang berkeadilan kepada pemerintah, yang menekankan perlunya pelibatan masyarakat sipil dan kelompok rentan secara aktif.
“Kalau SNDC hanya menjadi dokumen rapi tanpa partisipasi publik dan tidak selaras dengan sains, maka kita sedang bermain-main di atas kertas di tengah krisis nyata,” ujar Nadia, mengingatkan kembali pernyataannya dalam forum menjelang COP Baku 2024.
Kini, MADANI Berkelanjutan mendesak agar Pemerintah Indonesia tidak lagi menunda, dan segera mengajukan SNDC yang mencerminkan ambisi tinggi dan keadilan nyata. Target FOLU Net Sink harus tetap menjadi tulang punggung mitigasi krisis iklim, didukung dengan langkah adaptasi yang inklusif.
“Transisi energi dan perlindungan ekosistem hanya akan berhasil jika didorong oleh keadilan dan keberanian politik. Ambisi tinggi bukan bertentangan dengan realitas—melainkan satu-satunya jalan untuk memastikan masa depan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Nadia Hadad (Marwan Aziz).