Sungai Das Barito. Foto : Wikimapia.org |
JAKARTA, BL- Daerah Aliran Sungai Barito kini tercemar berat. Daya tampung beban pencemaran Sungai Barito dinilai telah terlampaui pada setiap segmen sungai kajian yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Berdasarkan data yang diekspos Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) Kalimantan -KLH, potensi beban pencemaran untuk parameter kunci pada DAS Barito yang masuk Sungai Barito mencapai 94,8 ton BOD (Biological Oxygen Demand) /hari; 121,5 ton COD (Chemical Oxygen Demand) /hari; dan 51,344 ton TSS (Total Susppended Solid) /hari.
Sungai Barito memiliki panjang 900 Km dengan bagian yang dapat dilayari sepanjang 700 Km dan rata-rata kedalaman: 6 – 14 meter serta rata-rata lebar: 350 – 500 meter, Sungai Barito merupakan urat nadi kehidupan masyarakat Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, baik untuk kebutuhan sehari-hari (sumber air bersih, MCK), perikanan, pertanian, perkebunan, sebagai identitas sosial budaya, maupun sebagai media transportasi.
Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) Kalimantan-KLH, Ir Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPPM dalam rilisnya diterima Beritalingkungan.com mengungkapkan, pihaknya pada tahun 2013 ini telah melakukan Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Barito. Kajian Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran dilaksanakan di Kabupaten Barito Selatan dan Barito Timur di wilayah Kalimantan Tengah. Sementara di wilayah Kalimantan Selatan dilaksanakan identifikasi di Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Utara, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai selatan, Tapin, Barito Kuala, Banjar dan Kota Banjarmasin.
Kajian perhitungan daya tampung beban pencemaran (DTBP) yang dilakukan di Sungai Barito yang menghasilkan berbagai kesimpulan, diantaranya pertama potensi beban pencemaran untuk parameter kunci pada DAS Barito (yang masuk wilayah kajian) yang masuk Sungai Barito mencapai 94,8 ton BOD /hari; 121,5 ton COD /hari; dan 51,344 ton TSS/hari.
Kedua kontribusi sumber pencemar untuk setiap parameter di atas untuk wilayah Kalimantan Tengah utamanya berasal dari sektor industri/pertambangan /migas serta untuk wilayah Kalimantan Selatan utamanya berasal dari aktivitas rumah tangga. Hal ini dapat difahami karena di wilayah Kalimantan Selatan jumlah penduduknya cukup padat sementara ketersediaan fasilitas sanitasi/pengolahan limbah domestik masih kurang memadai. Berdasarkan data Kementerian PU tahun 2013, dari 500 Kab/Kota di Indonesia baru 11 Kota yang memiliki fasilitas Instalasi Pengolahan air Limbah domestik skala kota.
Ketiga, berdasarkan setiap parameter kunci di atas yaitu BOD, COD, dan TSS, daya tampung beban pencemaran Sungai Barito telah terlampaui pada setiap segmen sungai kajian.
Keempat, beban pencemaran rata-rata yang harus diturunkan di setiap segmen Sungai Barito untuk parameter BOD adalah 2.543 ton per hari atau 86,34%; parameter COD adalah 3.044,5 ton/hari atau 62,22%; serta parameter TSS adalah 8.423,6 ton/hari atau 70,34%.
Adapun beberapa dampak ekonomi yang timbul akibat pencemaran pada Sungai Barito yaitu biaya pengolahan air baku untuk air minum dari Sungai Barito dengan rata-rata BOD 14,6 mg/l untuk penduduk 2.421.576 jiwa diperkirakan Rp. 33.377.338.751 per tahun.
Sementara nilai kesehatan yang harus dikeluarkan akibat pencemaran Sungai Barito, (asumsi 40% penduduk tinggal di bantaran sungai) apabila rawat jalan sebesar Rp. 491.971.584.000 /tahun.
Menteri Lingkungan Hidup Prof. DR. Balthasar Kambuaya, MBA menjadi narasumber dalam dialog interaktif “Ekspose Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Barito” yang diselenggarakan di Jakarta akhir pekan kemarin.
Pada kesempatan tersebut, ia menghimbau kepada para Kepala Daerah yaitu Gubernur, Bupati, Walikota serta Instansi teknis di sepanjang Sungai Barito memberikan komitmen yang kuat untuk menurunkan beban pencemaran di sungai Barito, dibutuhkan sinergisitas program antar berbagai stake holders, dan yang merangkul masyarakat untuk bersama-sama mengimplementasi kebijakan dan program yang ada.
Menurutnya, Pemerintah Daerah sudah saatnya mengelola lingkungan tidak hanya pada wilayahnya tetapi bersinergi dengan daerah di sekitarnya. Hal tersebut telah menjadi kebutuhan dalam rangka memperbaiki lingkungan hidup secara komprehensif, holistik dan berkelanjutan.
Acara tersebut juga menghadirikan narasumber Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, Ir. H. Achmad Diran dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan, H. Rudy Resnawan. Acara ini juga dihadiri 12 Kepala Daerah Bupati/Walikota atau yang mewakilinya yang wilayah administrasinya dilalui oleh Sungai Barito.
KLH mengharapkan, Pemerintah Provinsi /Kab/Kota yang mempunyai wilayah administratif di sepanjang sungai Barito diharapkan dapat membuat kebijakan dan program kegiatan yang dapat mendukung pengelolaan Sungai Barito agar kualitas airnya dapat diperbaiki sesuai dengan mutu sasaran yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi masing-masing. (Marwan Azis).