![]() |
Burung julang sumba. Foto : Roland Seitre/Burung Indonesia. |
SUMBA, BL- Sumba, secara geografis, berada di selatan Nusa Tenggara Timur. Berbeda dengan pulau-pulau lain di Nusa Tenggara yang terbentuk dari batuan vulkanik, Sumba berasal dari fragmen kerak benua dan batuan kapur. Sebagian besar lanskapnya, didominasi oleh padang rumput.
Sebagai pulau yang masuk dalam kawasan Wallacea sub kawasan Nusa Tenggara, Sumba kaya akan ragam hayati. Di sini, hidup sekitar 215 jenis burung, 115 jenis kupu-kupu, 35 jenis herpetofauna, 31 jenis reptilia, dan 23 jenis mamalia.
Sumba merupakan satu dari 23 Daerah Burung Endemik yang ada di Indonesia. Sumba juga memiliki enam Daerah Penting bagi Burung (DPB) yang dua diantaranya berstatus taman nasional: Taman Nasional Laiwangi Wanggameti dan Taman Nasional Manupeu Tanadaru. Sementara, empat DPB lainnya berstatus hutan lindung.
Laporan White & Bruce (1986) menyebutkan, sejarah eksplorasi ortnithologi di Sumba telah dimulai akhir abad ke-19 kala H.F.C. Ten Kate (1891-1892) mengunjungi Sumba dan beberapa pulau lain di Nusa Tenggara. Tak lama kemudian, tahun 1896, A.H. Everett yang menjenguk pulau ini.
Eksplorasi ini dilanjutkan oleh K.W. Dammerman tahun 1925. Kemudian G.H.W. Stein pada 1932, dan E.R. Sutter yang mengadakan ekspedisi khusus pada 1949. Terakhir, catatan White & Bruce mengungkapkan bahwa eksplorasi dilakukan oleh Food and Agriculture Organization (FAO)/United Nations Development Programme (UNDP) tahun 1979.
Sementara, informasi berupa catatan hasil kunjungan ke Sumba mulai ada pada dekade 1980-an. Umumnya berupa kegiatan di daerah Lewa, Luku Melolo, Panapa, Manupeu, maupun daerah-daerah pesisir pulau. Penelitian jenis tunggal seperti julang sumba (Aceros everetti) atau kakatua sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) mulai intensif dilakukan di penghujung 90-an. Tak ayal, keunikan burung yang ada di Sumba ini, membuat para pengamat burung dunia ingin langsung melihatnya.
Sayang, kondisi hutan primernya saat ini cenderung berkurang. Ketika dipetakan tahun 1927, wilayah berhutannya diperkirakan sekitar 55% dari total daratannya. Namun, berdasarkan data Dirjen Planologi Kehutanan 2009, luasan tersebut hanya menyisakan 4,5% tutupan hutan primer yang sebagian besarnya masuk ke wilayah enam DPB tadi. Sisanya, dalam bentuk hutan sekunder, semak, savana, serta lahan terbuka berupa permukiman atau lahan kosong bekas pertanian musiman yang letaknya terpisah.
Kondisi ini, sudah tentu membuat hidup burung menjadi susah. Jenis paruh bengkok atau kelompok burung yang masuk dalam keluarga Psittacidae misalnya, pergerakannya menjadi semakin sempit karena habitatnya mengecil. Sebut saja perkici pelangi (Trichoglossus haematodus fortis), kakatua sumba, nuri bayan (Eclectus roratus cornelia), nuri pipi-merah (Geoffroyus geoffroyi floresianus) dan betet-kelapa paruh-besar (Tanygnathus megalorynchos sumbensis).
Begitu juga dengan gemak sumba (Turnix everetti), yang sudah tentu endemik Sumba. Hidup burung berbulu punggung merah-karat dan putih ini terancam akibat habitat alaminya berupa semak dan padang rumput terbakar.
Kepentingan konservasi keanekaragaman hayati, kerentanan ekologis, dan kondisi masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam, membuat Burung Indonesia menjadikan Sumba sebagai salah satu lokasi prioritas kerjanya. “Sumba merupakan daerah yang sangat penting bagi burung. Burung Indonesia telah bergiat di Sumba sejak 1992” ungkap Ani Mardiastuti, Ketua Dewan Burung Indonesia, pada acara Merayakan Keragaman Burung di Indonesia, di Anakalang, Sumba Tengah (18/10).
Ani menjelaskan, kegiatan pelestarian burung kakatua sumba, penyelesaian tata batas seluruh desa yang berbatasan dengan Taman Nasional Manupeu Tanadaru, dan kurikulum muatan lokal “Hutan dan Burung di Pulau Sumba” merupakan wujud nyata kerja Burung Indonesia di Sumba. “Dukungan masyarakat Sumba dan seluruh masyarakat Indonesia sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian seluruh jenis burung dan habitatnya di Indonesia” jelas Ani.
Serangkaian kegiatan telah dilakukan guna menyemarakkan acara Merayakan Keragaman Burung di Indonesia yang bertemakan “Lestarikan Hutan Tersisa untuk Sumba” ini. Lomba menggambar dan mewarnai tingkat sekolah dasar, aksi bersih Pasar Waibakul, pertemuan Forum Jaringan Masyarakat “Manupeu Tanadaru” (JAMATADA), dan peresmian kantor Burung Indonesia di Anakalang, Sumba Tengah, merupakan agenda utama kegiatannya. (Rahmadi).