BOGOR, BL- Tahun ini sudah 62 invester mendapatkan 4,5 juta ha lahan di Merauke. Uang ganti rugi lahan sudah habis, masyarakat bingung mau kerja apa.
Berjalannya megaproyek kerjasama antara pemerintah dan pengusaha yaitu Merauke Intergrated Food and Energy Estate (MIFEE) ternyata tak berdampak baik untuk masyarakat Merauke. Salah satu yang terparah terkena dampaknya adalah Suku Malind di kampung Zanegi, Distrik Animha, Kabupaten Merauke.
MIFFE yang diresmikan pemerintah tahun 2010 ini akan memakai lahan sebanyak dua juta hektare untuk tanaman pangan dan bahan baku energi, antara lain, jagung, tebu dan kelapa sawit. “Tahun 2012 sudah ada 62 investor yang sudah mendapatkan lahan sebanyak 4,5 juta hektar lahan di Merauke” ujar Peneliti dari Sajogyo Institute, Muntaza, di Peluncuran Film Dokumenter Mama Malind Su Hilang, Jumat Malam (19/10).
Ia mengatakan, pada 3.000 hektare lahan di kampung Zanegi kayunya sudah hilang semua, “Hutan diganti dengan uang, saya tidak tahu bagaimana Zanegi nanti ke depannya,”ucapnya.
Masyarakat Zanegi kehilangan hak dan akses dalam memanfaatkan kekayaan alam serta hasil hutan seluas 169.000 hektare karena kepentingan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik sebuah grup konglomerat di Jakarta. ” Perjanjian yang dilakukan Medco dan masyarakat Zanegy bukan peminjaman tanah melainkan pelepasan tanah,” kata Koodinator Program Pembaruan Hukum dan Resolusi Konflik Perkumpulan HuMa, Siti Rakhma Mary Herwati. Ia juga mengatakan 36.000 hektare lahan diganti dengan uang enam milyar rupiah, ” Satu Kepala Keluarga mendapat 35 juta rupiah, dan uangnya habis begitu saja.”
Program MIFEE yang menjadi strategi solusi menangani krisis pangan di Indonesia dan dunia justru memunculkan krisis pangan bagi masyarakat lokal sekitar hutan. Kawasan dusun sagu dan tempat penting bersejarah juga ikut dirusak dan dirobohkan. Sulitnya mencari hewan buruan, tempat menangkap ikan dan sumber air bersih berdampak pada meningkatnya angka gizi buruk.
Kata Rakhma separuh Merauke sudah dijadikan proyek MIFEE, dan di satu daerahm satu kubik kayu seharga dua ribu rupiah “Izin lokasi dikeluarkan Bupati tanpa diketahui masyarakat Zanegi,” katanya.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nasional, Abdon Nababan, menambahkan keadaan di Kampung Zanegy ini sangat memprihatinkan, ” Tahun 1995 di daerah ini bagus sekali sekarang sudah tidak ada apa-apa lagi,” ujarnya. “Yang sekarang terjadi adalah kebingungan, masyarakat di sana tidak tahu apa yang harus mereka lakukan,” ucap Rakhma menambahkan. (Bellina Rosselini/siej).