Mengisi BBG. Foto : Ist. |
JAKARTA, BL- Konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) untuk kendaraan bermotor di Indonesia belum dapat berjalan secara maksimal dikarenakan harga BBG yang dinilai masih terlalu rendah sehingga membuat pihak swasta belum terlalu tertarik untuk mengembangkan BBG.
Melalui Keputusan Menteri ESDM No.2932K/12/MEM/2010 yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Darwin Saleh pada 15 Desember 2010 menyebutkan jika harga BBG ditetapkan sebesar Rp 3.100 per liter setara premium (LSP).
Menurut sejumlah kalangan harga yang ditetapkan itu masih terlalu rendah dan meminta kepada pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar gas (BBG) transportasi sehingga bisa lebih mengembangkan pemanfaatan bahan bakar gas tersebut. Harga sebesar Rp3.100 itu dinilai tidak ekonomis lagi sehingga perlu penyesuaian harga menjadi Rp5.100 per liter setara premium.
Wakil Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, pemerintah harus menaikkan harga BBG hingga berada di kisaran Rp5.000 per LSP. Harga itu dinilai masih kompetitif jika dibandingkan dengan harga premium bersubsidi yang saat ini harganya Rp6.500 per liter.
Dengan meningkatkan harga menjadi Rp5.000 per LSP akan meningkatkan pengembangan BBG sehingga akan menarik pengembang SPBG termasuk SPBU untuk mendapatkan intensif dan terlibat dalam pengembangan BBG. Selain itu juga terkait masalah konverter, pemerintah harus bisa membagikan konverter secara gratis.
Pada tahap awal pemerintah bisa memberikan konverter kit gratis tersebut kepada angkutan umum dan kemudian pemerintah harus mewajibkan pemasangan konverter kit pada kendaraan baru yang akan diproduksi. Untuk itu pada akhirnya kendaraan baru tidak perlu lagi memasang konverter kit pada kendaraan mereka karena telah dipasang oleh pabrik.
Menurut Komaidi Notonegoro seperti dikutip dari Beritadaerah.com, pengembangan pemanfaatan BBG bisa berhasil disejumlah negara yang diukur berdasarkan pertumbuhan yang tinggi dari jumlah kendaraan bermotor yang beralih menggunakan BBG. Seperti yang terjadi di Negara Iran pengguna BBG terus tumbuh dari hanya sekitar 800 unit pada tahun 2000 tumbuh 31,24 persen menjadi 3 juta unit pada tahun 2012.
Itu justru berbanding terbalik dengan yang terjadi di Indonesia, jumlah kendaraan bermotor pengguna BBG justru berkurang dari sekitar 3.000 unit pada tahun 2000 menjadi hanya tinggal 300 unit pada tahun 2012.
Padahal dengan menggunakan BBG pada setengah kendaraan dari total seluruh kendaraan yang ada di Indonesia akan memberikan penghematan terhadap pemakaian BBM dari segi kuota maupun dari APBN yang dapat menghemat hingga ratusan triliun rupiah per tahun. Dana hasil penghematan itu nantinya bisa digunakan untuk membangun infrastruktu BBG secara lebih terkordinasi.
Kendala lainnya yaitu masih minimnya infrastruktur berupa SPBG di Indonesia sehingga menyebabkan terhambatnya optimalisasi penggunaan BBG untuk kendaraan di Indonesia. Idealnya satu SPBG untuk melayani hingga 1.000 kendaraan, oleh karena itu perlu disiapkan sarana SPBG yang memadai untuk bisa mendorong masyarakat dalam menggunakan BBG. (BD).