Danau Sentarum yang juga menjadi site proyek FORCLIME. Foto : Marwan Azis/Beritalingkungan.com |
PUTUSSIBAU, BL- Proyek percontohan pengurangan emisi dari deforestrasi dan degradasi hutan (REDD+) di Indonesia, tak hanya disupport oleh Norwegia, dukungan serupa juga datang dari Pemerintah Jerman.
Program kemitraan pemerintah Jerman-Indonesia yang dikenal dengan nama FORCLIME atau Forest and Climate Change Programme dilaksanakan bersama oleh Kementerian Kehutanan Indonesia, Deutshe Gesellschaft fur Internasional Zusammenarbeit (GIZ) untuk kerjasama teknis dan KfW Entwicklungsbank (KfW) untuk kerjasama finansial.
Melalui kemitraan tersebut, Pemerintah Jerman telah mengembangan sejumlah inisiatif program kehutanan dan perubahan iklim di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Diantaranya program bantuan peralatan mikro hidro, pengusulan hutan desa di Desa Manua Sadap, Kecamatan Ombalohulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. Dukungan program pementaan partisifatif di Desa Labian Irang, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu.
Sementara ditingkat di Kabupaten, FORCLIME mendukung pemerintah Indonesia dalam upaya pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kabupaten Kapuas Hulu, Malinau dan Berau. KPH bertanggungjawab untuk memastikan bahwa semua fungsi dan layan hutan di dalam wilayahnya terpelihara, dan memastikan pengelolaan hutan dilaksanakan secara lestari.
FORCLIME juga mensupport pengembangan kebijakan penataan ruang Kabupaten Kapuas Hulu, kegiatan percontohan (demontranstration activity) seperti pembuatan peta partisipatif di Desa Labiang Iran dan social forestry di Kabupaten Kapuas Hulu. Penyusunan denah pengembangan ekowisata di Kapuas Hulu dan Malinau melalui proses konsultasi diantara pemangku kepentingan. “Kesemuanya ini mengarah pada pengelolaan hutan secara lestari, suksesnya implementasi REDD+” kata Ismed Khaeruddin, Exper Program Forclime.
Hibah tersebut berasal dari Kementerian untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Federal Jerman (BMZ). Menurut informasi dari pihak pengelola program FORCLIME, kemitraan ini mulai berjalan dari 2009 hingga 2020. Biaya seluruhnya diperkirakan mencapai sekitar 70 – 80 juta euro.
Tingkat kesuksesan program ini akan dilihat dari tingkat referensi emisi CO2 dari deforestrasi dan degradasi hutan pada kabupaten-kabupaten terpilih atau yang menjadi site percontoh proyek FORCLIME, serta pada area investasi umum dan khusus REDD+.
Pada tahap awal, program FORCLIME secara geografis dikonsentrasikan pada Kabupaten Malinau seluas dan Berau di Kalimantan Timur, dan Kabupaten Kapuas Hulu di Kalimantan Barat. “Ketiga kabupaten tersebut dipilih sebagai site pilot project program FORCLIME, ,” kata Harri Kuswondho, Koordinator FORCLIME FC.
“Ini adalah program pertama, baru tahap memulai. Program ini tidak seperti seorang insinyur yang membangun sebuah bangunan langsung jadi. Tapi program ini butuh proses panjang.”kata Andreas Beckermann, Konselir Jerman di Kapuas Hulu disela-sela kunjungan lapangan memantau program FORCLIME di Kapuas Hulu (8/11).
Pada tahap kedua beberapa wilayah di Sumatera akan diikut sertakan, sedangkan perluasaan ke wilayah Sulawesi dalam tahap perencanaan.
Ada pun perbedaan dukungan Pemerintah Norwegia untuk program REDD+ di Indonesia dan Pemerintah Jerman, terletak pada implementasi proyek. Norwegia hanya memberikan insentif uang atas kinerja Pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi berdasarkan target yang telah ditentukan Pemerintah Indonesia.
Sementara Pemerintah Jerman lebih pada kerjasama langsung dengan berbagai aktivitas kegiatan yang sifatnya mendukung pengelolaan hutan lestari dan penurunan emisi. “Implementasi proyek FORCLIME dikerjakan oleh staf sendiri di lapangan untuk memantau perkembangan proyek. Sementara Norwegia tidak punya staf di lapangan hanya mensupport insentif pendanaan,”kata Barbara Leng, Advisor FORLIME GIZ saat menjelaskan perbedaan dukungan pemerintah Jerman dan Norwegia.
Dalam implementasi proyek FORCLIME di Kalimantan Barat, pihak GIZ juga menggandeng sejumlah pihak seperti Balai Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS), Balai Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), WWF, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kapuas Hulu, Dinas Pekerajaan Umum Kabupaten Kapuas Hulu dan Masyarakat adat di sejumlah pedalaman Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
“Kami mengapresiasi dukungan Pemerintah Jerman melalui program FORCLIME, untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,”kata Indra Kumara S.Hut, Kepala Bidang Pengelolaan Hutan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kapuas Hulu . (Marwan Azis).