JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM — Menjelang tahun politik, implementasi transisi energi bukan perkara mdah. Berdasarkan pengalaman pada pemilu serentak sebelumnya, di setiap tahun politik, para pemilik modal di industri fosil (migas dan batu bara) terlibat di kegiatan pemilu secara tidak langsung.
Indonesia Team Lead 350.org, Firdaus Cahyadi menilai, tahun politik sebagai tahun yang berat, meskipun di 2022 Indonesia telah meluncurkan JETP (Just Energy Transition Partnership). Tidak hanya itu, kehadiran pemilik modal di industri fosil (migas dan batu bara) menjadi kekhawatiran tersendiri.
“Di setiap tahun politik, para pemilik modal akan berlomba mendanai para calon legislatif dan presiden,” ujarnya.
Para pemilik modal di industri fosil itu, lanjut Firdaus, tidak memberikan pendaanaan kampanye bagi calon kandidat di pemilu secara cuma-cuma. “Mereka tidak ingin kepentingannya untuk terus mengakumulasikan laba melalui industri fosil terganggu dengan program transisi energi,” ujarnya.
Karena itu, Firdaus menilai, program transisi energi dan mitigasi krisis iklim rentan dibajak dan dibelokan untuk kepentingan sekelompok orang tertentu.
Potensi pembajakan program transisi energi semakin besar karena pemerintah masih setengah hati dalam menjalankannya. Dalam side event KTT G20 lalu, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif justru terus menarik investor di sektor minyak dan gas (migas) sebagai penyebab krisis iklim.
“Ironisnya, pernyataan yang bertolak belakang dengan semangat transisi energi itu justru di Nusa Dua, Bali, dua hari sebelum KTT G20 dibuka,” tegasnya. Pernyataan itu menjadi sinyal bahwa transisi energi masih berpeluang untuk dibajak dan dibelokan ke arah sebaliknya.
Bukan hanya itu, Firdaus Cahyadi menilai, bank-bank BUMN juga masih terus mendanai proyek energi kotor batu bara. Laporan riset 350 Indonesia bersama koalisi masyarakat sipil mengungkapkan bahwa pasca Kesepakatan Paris 2015, Bank Mandiri, BRI dan BNI masih memilih terus mendanai energi kotor batu bara.
“BNI meskipun sering mengklaim sebagai pelopor green banking, tetap mempertahankan pendanaannya untuk proyek energi kotor batu bara, penyebab krisis iklim.” tegasnya.
Masyarakat yang merupakan calon korban dari krisis iklim, kata Firdaus Cahyadi, tidak boleh tinggal diam dan hanya menunggu niat baik pemerintah. “Kita sebagai calon korban, sekaligus pembayar pajak harus secara aktif mengawal program transisi energi ini,” terangnya.
Publik harus menutup ruang bagi para pemilik modal di industri fosil membajak program transisi energi melalui pendanaan mereka kepada para kandidat legislatif dan presiden. (Jekson Simanjuntak)