Tingkat kualitas udara Jakarta berdasarkan PM-10 (Partikel Debu) menurun selama tahun 2011 dan 2012. Peningkatan ini tiga kali lipat dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Berdasarkan analisis Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL) Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dari stasiun-stasiun pemantauan yang ada di Jakarta, rata-rata harian konsentrasi PM-10 di Jakarta melebihi 300 µg/ Nm3 dan rata-rata tahunan mencapai 70 µg/ Nm3. Nilai konsentrasi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan pemantauan pada tahun 2001 hingga 2010. Peningkatan tersebut diduga akibat tingginya angka pengguna kendaraan bermotor.
Peningkatan ini diduga akibat tingginya angka pengguna kendaraan bermotor. Berdasarkan Data BPS selama 10 tahun terakhir, pengguna sepeda motor di Jakarta meningkat 10 persen setiap tahunnya. Dan jumlahnya lebih dari 50 persen dari total jumlah kendaraan. Itu hanya Jakarta, tetapi kendaraan di ibukota ini juga berasal dari daerah di sekitarnya seperti Bekasi, dan Depok.
Berdasarkan data Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya jumlah kendaraan di Jakarta Depok Tangerang Bekasi dan Karawang (Jadetabeka) tahun 2011 adalah 13,3 juta kendaraan. Dari jumlah itu, mobil penumpang sebanyak 2,5 juta unit,mobil muatan 581,2 ribu unit, bus 363,2 ribu unit, dan sepeda motor 9,8 juta unit.
Munculnya sepeda motor sebagai pencemar udara Jakarta nomer satu, “Diduga adanya penurunan aktivitas uji emisi kendaraan bermotor”, kata Kepala Bidang Pencemaran dan Sanitasi Lingkungan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Joni Tagor Harahap. Hal ini diduga karena kurangnya bengkel-bengkel melakukan perawatan kendaraan bermotor.
Jika dibandingkan dengan Standar Nasional Kualitas Udara Ambien (NAAQS), masih dalam standar yang ditetapkan. Koordinator Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Safrudin mengungkapkan terdapat kalangan tertentu yang meminta kepada pemerintah agar pamareter yang dibuat menjadi lebih longgar. Tetapi ia berpendapat,” Parameter tersebut perlu direvisi dan diperketat.”
Menurutnya, yang bisa dilakukan pemerintah adalah program konvensi ke bahan bakar ramah lingkungan, mempromosikan teknologi rendah emisi, mengadopsi perencanaan tata ruang yang lebih baik, dan pemantauan kualitas udara. Selanjutnya, penegakan hukum dan peraturan untuk perbaikan kualitas udara, kampanye melalui pendidikan publik, dan penerapan strategi komunikasi yang lebih baik.
Ade Palguna, Asisten Deputi Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan penerapan emisi gas buang kendaraan akan sulit dilakukan jika volume kendaraan pribadi terus meningkat. Menurutnya hal ini harus dibarengi dengan pengelolaan manajemen transportasi yang lebih baik dan pemerintah harus berupaya memindahkan masyarakat dari kendaraan pribadi ke angkutan publik.
Menurut Ade, masyarakat terpaksa memilih motor sebagai transportasi di Jakarta karena jauh lebih murah dan cepat dibandingkan menggunakan angkutan publik. (Cita Ariani/SIEJ).