BOGOR, BERITALINGKUNGAN.COM- Banyak dari kita mungkin sering diingatkan peristiwa tahunan. Di satu tempat terjadi banjir bandang, tetapi tak jauh dari lokasi terjadi paceklik air. Di beberapa daerah lahan-lahan kekeringan kurang air dan warga harus menempuh perjalanan berkilo-kilo untuk mendapatkan air.
Kamir Raziudin Brata, 73 tahun, penemu teknik lubang resapan biopori (LRB) mengatakan, kondisi alam seperti di atas tidak akan terjadi jika manusia bijak memperlakukan alam sebagaimana alam memberikan manfaat berlimpah kepada manusia.
“Lingkungan kan ciptaan Tuhan. Kita wajib menjaganya supaya tidak rusak. Caranya bagaimana? Kelola dengan tepat,” ujarnya kepada penulis dan beberapa tamu yang sengaja datang untuk mengetahui teknik LRB yang diterapkan di tempat tinggalnya di Cibanteng, Dramaga, Minggu (3/10).
Pengelolaan tanah yang tepat menurut Kamir adalah dengan membiarkan air meresap ke dalam tanah. Bukan membiarkanya terus mengalir di permukaan tanah sehingga menyebabkan banjir. Anomali tersebut bisa dipecahkan dengan metode LRB yang benar, yakni lubang biopori yang tidak dilapisi dengan menggunakan paralon. Supaya air mudah terserap ke tanah.
Peraih penghargaan Kalpataru tahun 2015 ini mengaku prihatin dengan kesalahpahaman masyarakat terhadap metode LBR. Lubang biopori sering disalahpahami hanya sebagai lubang resapan masuknya air dengan melapisi lubang dengan paralon.
Padahal, seharusnya lubang tidak perlu menggunakan paralon supaya organisme tanah bisa bekerja membentuk biopori. LRB sudah melalui tahap penelitian dan harus dengan teknik yang tepat. Di antaranya adalah lubang resapan dibuat secara vertikal dengan diameter 10 sentimeter dan kedalaman 100 sentimeter atau 1 meter atau kurang jika air tanah dangkal. Selanjutnya, lubang biopori diisi sampah organik sebagai makanan organisme tanah.
“Kehidupan di dalam tanah itu pabriknya kehidupan. Jadi, lubang dibuat tak hanya untuk menyerap air. Tetapi juga dibagi dengan diisi sampah. Inilah mengapa lubang resapan biopori ini disebut sebagai something new about surbsoiling,” ujarnya.
Pakar konservasi tanah dan air pensiunan dosen ilmu tanah IPB University ini mengatakan, orang banyak mengambil air dari tanah namun tidak memberikan air ke tanah. Akibatnya, banyak sumber mata air mati karena tanah tidak mampu menyerap air dengan baik.
“Karena air bisa masuk bumi jika ada tempatnya,” ujarnya.
Lulusan studi ilmu tanah IPB tahun 1974 dan lulusan pascarsarjana studi ilmu tanah di Universitas Western Australia tahun 1994 ini membuktikan temuannya tentang lubang resapan biopiri di tempat ia tinggali.
Di lingkungan halaman rumah juga di sekitar septick thank, dapur dan di beberapa titik terdapat ratusan lubang resapan biopori. Semua lubang diisi dari sampah organik dapur dan sampah daun yang menampung air hujan yang biasa melimpah dari lingkungan sekitar(Kustiah)