Minee Wally, Kepala Sekolah SD Yayasan Penabur Kristen (YPK) Tablasupa, tersenyum menatap hamparan laut di kawasan Teluk Tanah Merah, Dedapre, Jayapura. Sesekali pandangannya menyapu sekumpulan anak didiknya yang asyik berenang sambil bercanda di laut.
Hari itu terasa istimewa bagi anak–anak itu. Selain berenang sambil bercanda ria, mereka bersemangat menjalankan tugas dari gurunya untuk mengenali jenis – jenis karang yang mereka temukan, mengamati dan melaporkan bagaimana kondisinya.
Ibu guru Naomi, turut berenang dan sesekali menyelam dengan mereka. Ia membimbing anak – anak kelas lima SD Tablasupa mengenali jenis – jenis karang dan mengamati kondisinya. Sesekali mereka berdiskusi dengan suara keras sambil mempertahankan diri agar tetap terapung.
Setelah puas menyelam dan berhasil memastikan kondisi karang serta menandai berbagai jenis karang berdasar ciri – cirinya, mereka pun menaiki perahu kecil masing – masing dan kembali ke darat melaporkan pengamatannya. Di pantai, seorang anggota kelompok mencatat ‘hasil temuan’ teman sekelompoknya sebelum melaporkannya ke guru kelas dan pemuda kampung yang telah mendapat pelatihan dasar soal konservasi laut.
Aktivitas dilanjutkan dengan membentuk lingkaran kecil. Beralas pasir putih, mereka duduk bersama dan secara bergiliran memaparkan pengamatannya kepada kelompok lain. Diskusi pun berlangsung dalam suasana ceria dan dinamis.
“Sa suka pelajaran molo karna tong bisa tau tong pu laut, ada karang, ikan, teripang, bia, yang warnanya macam – macam,” komentar seorang siswa soal metode pembelajaran ini.
Bersentuhan langsung dengan alam sekitar. Begitulah kegiatan belajar mengajar tentang lingkungan hidup di Distrik Dedapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Selain mata pelajaran umum, muatan lokal pengenalan lingkungan juga dimasukkan dalam kurikulum pendidikan di daerah ini, demi meningkatkan rasa memiliki dan menumbuhkan kesadaran lingkungan sejak dini pada murid – murid sekolah dasar.
Walau sekarang PLH dilaksanakan berbasis kemampuan guru dan siswa, namun kegiatan PLH tak lahir begitu saja. Sebelum tahun 1980-an, kawasan Teluk Tanah Merah, adalah kawasan yang sangat mempesona, baik karena hamparan pasir putih pun karena pesona bawah lautnya. Berbagai jenis karang dan ikan berwarna – warni hidup di sini. Sayang, keindahan itu dirusak pencari ikan yang menggunakan bom, warga menyebut bom rakitan ini dengan nama ‘dopis’..
Akibatnya, tak sedikit terumbu karang yang rusak dan beberapa jenis ikan menghilang. “Nelayan harus menghadapi masa paceklik yang menyengsarakan karena tangkapan mereka menurun, dan harus berlayar lebih jauh ke tengah laut,” sesal Minee Wally, saat memaparkan pengalaman pembelajaran ini di depan peserta The 4th Annual Eastern Indonesia Forum di Hotel Clarion Makassar, Selasa (4/8).
Dengan semangat baru dan kesadaran untuk memperbaiki kondisi lingkungan demi masa depan yang lebih baik, para guru SD YPK Tablasupa mulai mengembangkan program majemen berbasis sekolah dan Kurikulum Tingkat Satuan Program (KTSP).
Kedua program ini membuka peluang bagi tiap pengurus sekolah untuk merancang, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi program pendidikan khususnya dalam merancang materi pembelajaran yang bermuatan lokal.
Dipimpin Minee Wally, sang kepala sekolah, dan didukung oleh Dinas Pendidikan setempat dan beberapa pihak terkait lainnya, para guru menjadikan program ini sebagai sebuah strategi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bagi anak – anak Papua.
Elisabeth Holle, dari Yayasan Pengelolaan Kawasan Laut (LMMA) Indonesia, mengakui, dampak PLH luas. Tak hanya menjadi pelajaran bagi anak – anak di sekolah, masyarakat luas pun kini tergerak untuk berkontribusi. Para tokoh adat setempat memberi masukan dalam pengenalan jenis karang dan ikan dalam bahasa setempat.
Hukum adat dalam pengelolaan lingkungan dan aturan penangkapan ikan pun kembali diperkenalkan pada anak – anak, diterapkan di lingkungan kampung, serta ditegakkan pelaksanaannya.. Tokoh gereja tak ketinggalan memberi kesadaran pada warga jemaat melalui khotbah dalam berbagai Ibadah.
Kini lahir aksi bersama di kalangan masyarakat untuk membersihkan sampah di laut dan sekitar perkampungan . Kegiatan ini rutin dilakukan saat air laut surut dan diikuti secara sukarela oleh seluruh elemen masyarakat. Kesadaran bahwa hidup mereka tergantung dari laut yang lestari, juga mendorong semua pihak untuk menjaga laut dari pelaku peledakan bom ikan.
Para guru SD di Kampung Tablasupa telah membekali generasi pelanjut dengan kearifan untuk mencintai dan melestarikan lingkungan lautnya. Meski hasilnya tak dinikmati sekarang, namun mereka yakin seiring tumbuhnya karang – karang baru nan indah, ada harapan generasi berikut dapat menikmati lingkungan dan kehidupan yang lebih baik, semoga!! (Patrix Barumbun Tandirerung)